TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 12,53 miliar, turun dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan dibandingkan Agustus ini turun 1,55 persen.
Sedangkan nilai impor pada September mencapai US$ 11,51 miliar turun 25,95 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Dibandingkan Agustus ini nilai impor turun 7,16 persen.
Total ekspor Januari - September 2015 sebesar US$ 115,07 miliar, turun 13,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara akumulatif, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari - September mengalami surplus US$ 7,13 miliar.
Meskipun surplus, menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, volume ekspor neraca perdagangan turun sebesar 7,93 persen. “Penurunan volume ini lebih tinggi daripada penurunan value,” katanya di kantor BPS, Kamis, 15 Oktober 2015.
Suryamin menjelaskan, adanya penurunan volume perdagangan namun masih bisa menghasilkan neraca yang surplus menandakan adanya peningkatan harga-harga komoditi yang tinggi, khususnya ekspor non migas. “Untuk nonmigas turun 1,06 persen, volumenya turun 2,63 persen.”
Demikian pula pada ekspor migas yang mengalami penurunan sebesar 5,2 persen. Pada sektor ini juga terjadi penurunan volume. “Artinya masih ada penurunan harga migas yang cukup drastis, hampir 50 persen dari tahun lalu,” ujar Suryamin.
Ekspor minyak mentah nilainya turun 5,24 persen. Hasil minyak turun 24,05 persen, dan gas turun 1,69 persen. Secara volume, untuk minyak mentah naik sebanyak 3,06 persen, ekspor hasil minyak turun 14,91 persen, dan ekspor gas turun 0,8 persen.
Penurunan ekspor nonmigas dibanding bulan lalu terjadi pada mesin-mesin atau pesawat mekanik sebesar US$ 98 juta, turun 18,18 persen. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada perhiasan sebesar US$ 127,4 juta, naik 29,5 persen.
Negara tujuan ekspor bulan ini paling besar adalah Amerika Serikat, dengan share sebesar 11,54 persen atau sebanyak US$ 11,61 miliar. Selanjutnya adalah Cina dengan share sebanyak 9,85 persen, yaitu sebesar US$ 9,92 miliar. Kemudian Jepang dengan share 9,8 persen, yaitu sebanyak US$ 9,87 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI