Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

1 Suro: Orang-orang Itu Berkeliling Benteng Tanpa Bicara

image-gnews
ANTARA/Wahyu putro A
ANTARA/Wahyu putro A
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ratusan warga berbondong-bondong menggelar prosesi Topo Bisu mubeng beteng (berjalan tanpa bicara mengelilingi beteng) keraton Yogya untuk memperingati 1 Suro, Selasa petang 13 Oktober 2015.

Pantauan Tempo setidaknya ada tiga kelompok massa besar berbagai latar yang menggelar prosesi Topo Bisu, berbeda dengan penetapan Suro keraton yakni Kamis 15 Oktober. Jika mengikuti keraton, maka topo bisu baru dilakukan Rabu malam 14 Oktober.

Para peserta topo bisu yang membawa bendera putih bertulis yayasan 'Pesatu Indonesia' menggelar prosesi persis di depan komplek Pagelaran Keraton, tengah Alun-Alun Utara.

Kelompok ini menggelar ritual sebelum topo bisu dengan aura sakral lewat wewangian dupa dan semerbak melati yang disebar di sekeliling kelompok berjumlah seratusan peserta itu.  "Ini bukan untuk melawan atau beda dengan penanggalan keraton, memang sudah tradisi, dan kami meyakini malam Suro sekarang tetap sesuai Masehi," ujar salah satu peserta Imam Bambang Sutoto kepada Tempo usai ritual.

Imam menuturkan, Pesatu merupakan paguyuban yang menginginkan gerakan persatuan seluruh elemen di Indonesia, dari wilayah DI Yogyakarta.  "Makanya kami juga memakai simbol pakaian nusantara yang berbeda-beda," urainya yang mengenakan baju peranakan khas Sunda.

Prosesi kelompok Pesatu itu sendiri dipimpin seorang bernama Ki Gde Mahesa. Mulai pukul 20.00 WIB, kelompok itu menggelar kenduri terlebih dulu dengan meletakkan tiga tumpeng beda warna di tengah alun-alun. Para peserta menyinari ritual dengan puluhan obor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mahesa selaku pemimpin ritual, tanpa henti membacakan mantra-mantra berbahasa jawa dengan irama cepat. Kain perak menutupi dua mata Mahesa. Sekitar pukul 21.00 WIB, kelompok Pesatu mulai bergerak ke barat melalui jalan Kauman untuk mulai mengitari beteng. Mahesa memimpin mubeng beteng tetap dengan mata tertutup.

Namun, saat hendak mubeng beteng, kelompok Pesatu sempat berputar di Alun-Alun Utara karena salah arah. Awalnya mereka hendak melalui Titik Nol Kilometer yang sedang ada perbaikan jalan. Setelah seorang warga memberitahu Titik Nol sedang ada perbaikan, kelompok putar arah lewat Jalan Kauman.

Kelompok warga lain yang dipimpin rombongan berdandan ala prajurit keraton dan berbendera Bregodo Niti Manggala, juga melakukan aksi topo bisu melintasi Alun-Alun Utara. Dandanan dan atribut kelompok ini lebih simpel, dengan pakaian biasa dan tak ada perangkat seperti tumpeng atau wewangian dupa juga melati.

Saat para warga melakukan topo bisu mubeng beteng pada Selasa petang, tak ada penjagaan ketat kepolisian. Sedangkan sejumlah pekerja tampak sibuk di komplek Masjid Gede Kauman untuk membuat panggung persiapan peringatan Suro versi keraton Rabu petang 14 Oktober.

PRIBADI WICAKSONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

2 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

3 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

13 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

14 hari lalu

Logo perguruan pencak silat Merpati Putih. wikipedia
Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

33 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

34 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

34 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

36 hari lalu

Prajurit Bregada berjaga saat Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta Senin, 11 Maret 2023. Tempo/Pribadi Wicaksono
Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

49 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat deklarasi damai Pemilu 2024 di Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.