TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Hanif Dhakiri menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal pengupahan yang akan akan diluncurkan pemerintah adalah upaya memperbaki hubungan industrial antara buruh dengan pengusaha.
Dengan adanya RPP Pengupahan ini, kata Hanif, para pekerja tidak lagi berjuang untuk pemenuhan upah minimum tetapi justru memperjuangkan upah layak.
“RPP ini akan menjadi jembatan bagi perubahan gerakan buruh di Indonesia untuk lebih masuk ke arena substantif. Karena persoalan kesejahteraan bukan melulu soal upah minimumnya. Serikat pekerja harus berjuang untuk upah layak,” kata Hanif usai menggelar pertemuan tertutup dengan serikat buruh di Jakarta pada Selasa, 13 Oktober 2015.
Hanif menjelaskan bahwa isi dari RPP ini mengatur formula kenaikan upah dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. “Penggunaan formula ini menjadi penting untuk memberikan kepastian kepada dunia usaha maupun teman-teman pekerja. Kepada dunia usaha formula ini penting karena besarnya kenaikan upah setiap tahun itu bisa terprediksi. Bagi teman-teman pekerja sendiri, adanya formula itu juga sekaligus memastikan bahwa kenaikan upah itu akan berlangsung setiap tahun bukan setiap lima tahun,” ujar dia.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan, RPP ini menegaskan ada evaluasi komponen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap lima tahun sekali. Pemerintah, kata dia akan mempertimbangkan perubahan pola konsumsi yang ada di masyarakat sesuai survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Ia menilai jangka waktu lima tahun tersebut sangat rasional dan bisa dipertanggungjawabkan ilmiah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Imboel Siregar mengatakan penentuan upah harus didasarkan pada tingkat inflasi daerah dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). “Perhitungan formula upah harus diserahkan ke masing-masing daerah karena di daerah memiliki tingkat inflasi dan pendapatan domestik bruto yang berbeda-beda," katanya. "Demikian juga inflasi, jadi jangan dipatok skala nasional. Karena inflasi daerah beda-beda,” ujar Siregar lagi.
Selain dua indikator pokok, inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Siregar menilai pemerintah juga harus memasukkan indeks risiko. Dia mengatakan bahwa upah tahun 2016 ditentukan pada tahun 2015 sehingga perlu dimasukkan indeks risiko untuk mengatisipasi kondisi yang terjadi di tahun 2016. “Kami tidak tahu jika tahun 2016 ada perubahan iklim seperti Elnino atau kejadian lain yang menimbulkan kekacauan ekonomi.”
DANANG FIRMANTO