TEMPO.CO, Jakarta- September 2015 menjadi jurang keterpurukan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global sepanjang enam tahun terakhir. Harga rata-rata CPO sepanjang September tersungkur di US$ 526,9 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun 2,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya di US$ 539,3 per metrik ton.
Lalu bagaimana dengan kinerja ekspor minyak sawit Indonesia? Biasanya para negara pengimpor akan berlomba mengambil kesempatan untuk membeli minyak sawit sebanyak mungkin saat harga sedang murah, tapi kenyataannya tidak terjadi.
"Volume ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang September 2,34 juta ton atau hanya naik 11 persen dibandingkan dengan bulan lalu," kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan, Senin, 12 Oktober 2015.
Fadhil menyatakan, dibanding tahun lalu, kinerja ekspor Indonesia masih tumbuh positif. Volume ekspor sejak Januari–September 2015 menunjukkan pertumbuhan 25,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2014. Kebutuhan global akan minyak sawit terus meningkat setiap tahun. "Meskipun negara tujuan utama mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akan tetapi permintaan tetap tumbuh cukup signifikan, contohnya Cina dan India," ujarnya.
Sepanjang September ini, volume ekspor Indonesia ke Cina tercatat turun 7,5 persen atau dari 301,47 ribu ton pada Agustus lalu turun menjadi 279,89 ribu ton pada September. Secara year on year, impor minyak sawit Negeri Tirai Bambu ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Permintaan minyak sampai pada triwulan ketiga 2015 telah mencapai 2,54 juta ton atau meningkat 945,79 ribu ton (59 persen) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pada September ini, India meningkatkan permintaan sangat signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India pada September tercatat sebesar 611.02 ribu ton atau meningkat 72 persen dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 355,49 ribu ton.
Sementara secara year on year, volume ekspor minyak sawit Indonesia dari Januari–September 2015 ke India sebesar 4,16 juta ton atau tumbuh 25persen dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama yaitu 3,25 juta ton. "Meningkatnya permintaan India untuk meningkatkan stok di dalam negeri di saat harga sedang murah, selain itu kebutuhan untuk industri makanan juga meningkat," kata Fadhil.
Peningkatan permintaan minyak sawit juga diikuti negara Eropa. September ini volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa meningkat 41 persen atau dari 264,55 ribu ton pada Agustus meningkat menjadi 373,56 ribu ton pada September. Menurut Fadhil, meningkatnya permintaan minyak sawit dari Uni Eropa karena suplai minyak bunga matahari, rapeseed, dan canola yang berkurang sebagai akibat dari produksi yang menurun.
Sementara itu, bertolak belakang dengan negara Uni Eropa, Amerika Serikat mengurangi impor minyak sawitnya dari Indonesia pada September sebesar 46 persen atau dari 93,65 ribu ton pada Agustus menurun menjadi 50,62 ribu ton di September.
Penurunan permintaan dari AS pada September ini karena produksi kedelai yang tinggi. Fadhil menyatakan, "Jatuhnya harga kedelai meningkatkan permintaan di dalam negeri sehingga impor minyak nabati lain seperti minyak sawit berkurang."
PINGIT ARIA