TEMPO.CO, Jakarta - Vice President for Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro mengatakan penurunan harga solar yang diumumkan pemerintah dalam paket kebijakan tahap III kemarin masih menyisakan keuntungan bagi pihak Pertamina. “Iya, memang harga solar sekarang ini rendah, jadi masih bisa menyesuaikan harga dengan harga keekonomian,” katanya kepada Tempo, Kamis, 8 Oktober 2015.
Kendati demikian, jika dilihat dari harga keekonomian Premium, Pertamina masih mengalami defisit. Menurut dia, Pertamina bersedia memasang badan karena ada berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah pertimbangan sosial masyarakat Indonesia. “Presiden meminta adanya efisiensi, jadi kami mendukung pemerintah untuk melakukan evaluasi masalah pasar,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, PT Pertamina (Persero) mengaku menanggung rugi sekitar Rp 15 triliun pada September lalu karena menjual harga bahan bakar minyak jenis Premium dan solar di bawah harga keekonomian. Padahal sebelumnya mereka mengatakan masih mencatat untung hingga Rp 10 triliun dari semua kegiatan usaha hulu sampai hilir sepanjang Januari-Agustus 2015. (Lihat video Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi I dan II Jokowi, Peningkatan Daya Beli Masyarakat Jadi Fokus Kebijakan Ekonomi Jilid III)
Padahal Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber daya manusia I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan seharusnya harga Premium pada angka Rp 7.900 per liter atau lebih mahal dari angka yang berlaku sekarang Rp 7.400 per liter di Jawa, Madura, dan Bali, serta Rp 7.300 per liter di luar itu. Sedangkan harga solar berada pada angka Rp 6.250 per liter, atau lebih murah dibanding harga solar sekarang Rp 6.900 per liter.
INGE KLARA SAFITRI