TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, Tedy Badrujaman, mengatakan hasil rights issue atau hak memesan efek lebih dulu akan dipakai untuk melanjutkan proyek pembangunan pabrik feronikel Halmahera Timur (P3FH). Pasalnya, proyek tersebut sudah terlunta-lunta selama dua tahun.
"Kami ingin menyelesaikan pembangunan di Halmahera Timur untuk tahap I dulu," kata Tedy seusai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015.
Baca Juga:
Penerbitan rights issue tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengucurkan penyertaan modal negara sebesar Rp 3,5 triliun. Sedangkan dari publik, Tedy berharap bisa menyerap dana Rp 1,8 triliun.
Pabrik feronikel di Halmahera Timur, kata Tedy, nantinya akan mempunyai kapasitas produksi 13.000-15.500 ton nikel dalam feronikel per tahun. Ditargetkan, pada 2018, pembangunan sudah tuntas. Saat ini pengerjaan baru sampai tahap konstruksi atau 6 persen saja. "Dengan ini (rights issue), pembangunan akan bernapas lagi," ucapnya.
Pada semester I 2015, Antam telah menggelontorkan dana Rp 801,23 miliar untuk investasi. Dana itu dipakai, antara lain, untuk investasi rutin Rp 100,31 miliar, investasi pengembangan Rp 685 miliar, dan Rp 15,92 miliar untuk biaya ditangguhkan.
Di tengah harga komoditas tambang yang tengah anjlok, Antam berupaya melakukan efisiensi. Total sudah Rp 39 miliar dana yang berhasil dihemat selama efisiensi berjalan.
Sedangkan proyek yang lain, yaitu pabrik feronikel Pomalaa, ujar Tedy, sudah mencapai 95 persen. Tentang keinginan pemerintah yang meminta Antam membeli divestasi saham PT Freeport Indonesia, Tedy mengatakan, hal itu berada dalam posisi menunggu. "Kami siap. Tapi sejauh ini belum ada penunjukan," katanya.
ADITYA BUDIMAN