TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan, ketika nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat pada Selasa lalu, banyak pemegang dolar AS yang menjual rugi (cutloss) simpanan dolarnya. Aksi cutloss ini berlanjut pada Rabu, pada saat rupiah kembali perkasa terhadap dolar.
“Selasa mulai banyak yang cutloss, BI ikut intervensi (menjual cadangan dolar AS). Ketika cutloss berlanjut, BI tidak lagi intervensi, dibiarkan saja,” kata Mirza di kantornya, Rabu, 7 Oktober 2015. BI melaporkan cadangan devisa akhir September US$ 101,7 miliar; turun US$ 3,6 miliar dari akhir Agustus yang sebesar US$ 105,3 miliar.
BERITA MENARIK
Cerita Pramugari Raup Rp 14 Miliar Hasil Melacur di Pesawat
Farhat Abbas Dibully: Mana Ada yang Tahan Hidup Sama Abang!
Aksi jual dolar AS ini, ucap Mirza, tidak hanya dilakukan oleh para spekulan, tapi juga oleh para importir yang terlanjur membeli dolar Amerika pada harga tinggi untuk digunakan dalam 3 atau 6 bulan mendatang. Cutloss, ia mengimbuhkan, membuat pasokan dolar AS di pasar meningkat tajam dan menguatkan rupiah.
Alhasil, Senin lalu, kurs rupiah menguat dari 14.645 menjadi 14.503 per dolar AS dan di hari Selasa naik menjadi 14.241 per dolar AS. Sedangkan di akhir perdagangan kemarin, kurs rupiah naik tajam 420 poin (2,95 persen) ke level 13.821 per dolar AS. Sebelum ditutup, mata uang Garuda bahkan sempat menyentuh 13.738 per dolar AS.
Sayangnya, Mirza tidak mengetahui jumlah pemegang dolar AS yang melakukan cutloss. Namun sebagai gambaran, nilai pasar dolar AS di Indonesia berkisar U$ 3-5 miliar per hari. Jumlah itu jauh di bawah pasar dolar Singapura yang US$ 300 miliar per hari atau Malaysia US$ 13-14 miliar per hari. “Makanya, kami terus melakukan pendalaman pasar,” ujarnya.
BACA JUGA
Monyet Bersin dan Ikan Berjalan Bikin Heboh Ilmuwan
Ooops, Ini Anak Kerbau tapi Berbadan Buaya
Mirza menegaskan, penguatan rupiah saat ini—meski berlangsung tajam, masih dalam batas wajar. Alasannya, nilai tukar rupiah masih berada di bawah fundamentalnya. Penguatan kurs rupiah lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal ketimbang dalam negeri. “Faktor eksternal memegang peranan 75 persen terhadap pergerakan rupiah,” kata dia.
Faktor eksternal itu adalah perkiraan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunganya (Fed’s rate) tahun ini. Menurut Mirza, pelaku pasar dan analis telah menggeser prediksi kenaikan Fed’s rate, yang sejak 2008 bertahan di posisi 0,25 persen, dari akhir 2015 menjadi kuartal I, bahkan kuartal II dan kuartal III 2016.
EFRI RITONGA
SIMAK PULA
Berhenti Melacur, Model Anggita Sari Ingin Kerja Kantoran
Kapolda Tito Ungkap Petunjuk Pembunuh Bocah dalam Kardus