TEMPO.CO, Jakarta -Nilai tukar rupiah yang terus tertekan hingga menuju level 15.000 per dolar, mengundang kecemasan Indonesia bakal kembali mengalami krisis moneter seperti kondisi 1998. Sebab, kurs rupiah yang pada waktu itu melonjak dari level 2.500 menjadi 16.650 per dolar menjadi ambang batas pelaku pasar untuk menilai apakah krisis moneter memang akan terjadi.
Analis Esandar Arthamas Berjangka, Tony Mariano menyangkal bila indikator krisis moneter hanya mengacu pada depresiasi kurs rupiah. Sebab, menurutnya, meskipun rupiah melemah namun kondisi fundamental ekonomi Indonesia 1998 dan 2015 yang jelas berbeda membuat situasi krisis moneter jauh api dari panggang. “Rupiah yang melemah tidak serta merta menjadi indikator mata uang Garuda sudah berada pada krisis moneter,” kata dia.
Tony pun menjelaskan defisit transaksi berjalan pada waktu itu mencapai jumlah 32,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Cadangan devisa sendiri bahkan tercatat sebesar US$ 17 miliar. “Jauh berbeda dari kondisi cadangan devisa Indonesia saat ini yang berjumlah US$ 105,34 miliar,” sambung dirinya.
Tony justru mengingatkan krisis moneter kala itu juga didorong psikologi pelaku pasar yang panik. Sebagian dari mereka yang akhirnya tak percaya dengan pemerintah, kemudian beramai-ramai mengalihkan portofolio asetnya ke dalam bentuk dolar. “Makanya, agar tak menjadi krisis, psikologi pelaku pasar dan masyarakat harus terus dijaga,” jelasnya.
Tak jauh berbeda, ekonom BNI Securities, Heru Irvansyah juga mengatakan rupiah yang melemah bukan satu-satunya ukuran krisis moneter Indonesia. Pelemahan rupiah yang lebih dominan disebabkan faktor penguatan dolar, dan bukan hanya faktor memburuknya perekonomian domestik, menurutnya menjadi dasar penting untuk menegaskan Indonesia belum berada pada situasi krisis. “Depresiasi rupiah dan sebagian kurs regional lebih dipengaruhi spekulasi kenaikan Fed’s rate,” ucapnya.
Apalagi, bagi Heru, manajemen dan regulasi makro ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik. Kondisi tersebut menambah kemungkinan Indonesia masih cukup aman dari situasi krisis. “Meskipun terbilang aman, namun sikap siaga krisis moneter harus dikedepankan.”
PDAT | MEGEL JEKSON
Baca juga:
TNI & G30 September 1965: Inilah 5 indikasi Keterlibatan Amerika!
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai