TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa mengatakan data produksi pertanian tak akurat bisa picu krisis pangan. Ia menyebut bahwa data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu tidak akurat.
"Data produksi pangan bermasalah sejak belasan tahun karena intervensi berbagai kepentingan, baik politik, perdagangan, maupun upaya lainnya," kata Dwi dalam diskusi ketahanan pangan di Jakarta, Jumat, 2 Oktober 2015.
Kementerian Pertanian dan BPS dalam angka ramalan (ARAM) I, Juli 2015 memperkirakan produksi padi tahun ini meningkat spektakuler sebesar 6,64 persen. Semula 70,85 juta ton gabah kering giling (GKG) 2014 menjadi 75,55 juta ton GKG atau kenaikan sebesar 4,70 juta ton GKG. Jumlah tersebut setara dengan 3 juta ton beras.
TEROR DI OREGON
Kampus di AS Diserang, 10 Tewas: Pelaku Sempat Tanya Agama
Penembakan Massal di Oregon, Obama: Amerika Telah Mati Rasa
Berangkat dari data yang dirilis BPS tersebut, Dwi Andreas menyatakan bahwa fakta di lapangan tidak demikian. "BPS juga menyebut ada peningkatan di komoditas jagung dan kedelai, faktanya tidak pernah ada peningkatan di tiga sektor itu secara bersamaan," katanya.
Dwi menambahkan, jika pemerintah bergeming dengan data dan kebijakan yang ada maka akan terjadi krisis pangan yang mengkhawatirkan mulai akhir 2015 atau bahkan sebelumnya. Gejolak tersebut akan dipertajam dengan ancaman kekeringan parah akibat El Nino. Diperkirakan krisis pangan akan berlanjut di 2016. "Stok beras akhir tahun akan jadi yang terendah dalam empat tahun terakhir," kata guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor itu.
GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
G30S, Omar Dani: Pesta di Lubang Buaya Itu Isapan Jempol
G30S, Omar Dani: Harto Tak Mau ke Bung Karno, Itu Tak Aneh
INGE KLARA SAFITRI
BERITA MENARIK
SALIM KANCIL DIBUNUH: Bebaskan Kades, Istri Tertipu Rp 75 Juta
Bisnis Pasir, Kades Salim Kancil Bisa Raup Rp 2 M per Bulan