TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pelaksana Extractice Industry Transparency Initiative mencatat ada 38 perusahaan pertambangan yang tidak melengkapi laporan transparansi yang dipersyaratkan dalam Peraturan tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. Akibat ulah perusahaan ini, keanggotaan Indonesia dalam koalisi transparansi industri ekstraktif internasional ditangguhkan.
“Keengganan perusahaan untuk lapor EITI seharusnya menjadi alat evaluasi pemerintah terhadap keberadaan perusahaan-perusahaan ini, ujar perwakilan masyarakat sipil dalam Tim Pelaksana EITI, Yenny, Kamis, 1 Oktober 2015.
Dalam catatan EITI Indonesia, terdapat sebelas perusahaan tambang minyak gas bumi yang masih bandel dalam urusan transparansi. Sisanya adalah perusahaan pertambangan mineral dan batu bara.
Perusahaan minerba yang belum melapor terdiri atas satu perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK), sembilan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral, dua Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan 15 IUP batubara.
Diketahui, keberadaan EITI adalah amanat Perpres Nomor 26 Tahun 2010. Lembaga ini beranggotakan pihak pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil.
Yenny menyayangkan perusahaan yang seolah tak acuh pada kewajiban pelaporannya. Padahal, EITI hanya meminta badan usaha ini menyetor laporan tahun 2012-2013.
EITI menargetkan perusahaan sudah melaporkan kinerjanya secara transparan dan berstandar pada 5 Oktober. Yenny mengatakan timnya sedang menggodok mekanisme sanksi administratif, seperti teguran yang ditembuskan kepada kementerian dan pemerintah daerah terkait.
"Keberadaan kami juga dilindungi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015. Perusahaan yang tidak melapor bisa diartikan melawan gerakan antikorupsi," kata Yenny.
ROBBY IRFANY