TEMPO.CO, Jakarta - Laju dolar tertekan menghadapi mayoritas mata uang regional setelah data defisit neraca dagang barang Amerika Serikat pada September naik menjadi US$ 67,2 miliar. Rupiah juga terdorong oleh efek Paket Kebijakan September II.
Rupiah pun menguat 38 poin (0,26 persen) ke level 14.652,5 per dolar AS pada Rabu, 30 September 2015. Mata uang regional lainnya pun menguat, seperti won dan ringgit sebesar 1,39 persen menjadi masing-masing 1.185,39 per dolar AS dan 4,3950 per dolar AS.
Menurut analis Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuawitra, penguatan rupiah didorong euforia pengumuman Paket Kebijakan September II karena investor punya harapan strategi itu mampu memacu kinerja perekonomian. "Investor optimistis karena ada komitmen pemerintah mempermudah layanan investasi," kata Agus.
Percepatan izin investasi di kawasan industri yang dijanjikan lebih cepat dari hitungan hari menjadi tiga jam, menurut Agus, membangun peluang bertambahnya aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri. “Bagi investor, kemudahan investasi menjadi poin yang paling menarik.”
Namun Agus ragu efek positif euforia ini akan berlangsung lama. Pasalnya, menjelang rilis data pertumbuhan tenaga kerja AS (non-farm payrolls) pada awal bulan, aksi spekulasi dolar biasanya juga akan meningkat.
Terlebih, dengan data payrolls yang diprediksi tumbuh sebesar 202 ribu pekerja. Angka tersebut menyebabkan peluang kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed’s Rate) pada tahun ini semakin besar. Di awal bulan, rupiah pun diperkirakan bergerak mixed pada rentang level 14.550-14.750 per dolar.
MEGEL JEKSON