TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan menolak pemberian utang senilai satu miliar poundsterling (lebih dari Rp 22 triliun) yang ditawarkan Perdana Menteri Inggris David Cameron saat berkunjung ke Indonesia akhir Juli 2015.
Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Kamis, 17 September 2015 membeberkan pemerintah belum memiliki pengalaman kerja sama yang memadai dalam pembiayaan pembangunan dengan Inggris.
"Jadi untuk pembiayaan antar pemerintah mungkin tidak akan kami ambil. Namun untuk skema kerja sama lain seperti swasta, silakan," kata Wismana.
Pemerintah juga mempertimbangkan kecepatan realisasi pembangunan dari setiap pinjaman luar negeri yang akan ditarik. Maka dalam menarik pinjaman, pemerintah akan lebih mengutamakan mitra yang sudah berpengalaman bekerja sama dengan Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan manfaat berlipat dari kerja sama dengan masing-masing mitra. Pendapat kementerian/lembaga (K/L) teknis sebagai pelaksana program atau proyek kerja sama juga menjadi pertimbangan untuk tidak mengambil tawaran pinjaman itu.
"Kita cari sesuai perbandingan manfaat. Kita melihat kecocokan. Dia pernah mengerjakan apa di sini. Lalu, apakah K/L sudah terbiasa dengan itu," kata dia.
Hingga saat ini mitra yang sudah menjalin kerja sama dengan Indonesia untuk pembiayaan proyek adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Bank Pembangunan Islam untuk multilateral, sedangkan pembiayaan bilateral bersama Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Jerman.
Dalam kunjungan kenegaraan PM Inggris David Cameron, pemerintah Inggris menawarkan pinjaman satu miliar poundsterling untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur, seperti sistem pengolahan limbah dan proyek tenaga panas bumi.
Indonesia sudah menetapkan proyek-proyek yang didanai utang dalam buku Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri (DRPLN) 2015-2019 atau "Blue Book".
Dalam buku itu ada 39 program yang mencakup 116 proyek pembangunan dengan nilai 39,9 miliar dolar AS.
Dalam rencana pinjaman itu, nilai proyek pembangunan jalur kereta api tercatat sebagai yang terbesar senilai 6,8 miliar dolar AS dan selanjutnya pembangunan pembangkit listrik senilai 4,9 miliar dolar AS.
ANTARA