TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir membantah jika terdapat permainan harga yang tidak wajar dalam sistem token pembayaran listrik. Menurut dia, penambahan harga terjadi lantaran pembayaran di masyarakat kerap dilakukan dengan cara mencicil.
"Mafianya seperti apa? Tolong disampaikan seperti apa," ujar Sofyan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 8 September 2015.
Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli kemarin mengkritik sistem pembayaran token listrik oleh PLN. Menurut dia, ada mafia dalam pembayaran token itu sehingga mahal dan membebani masyarakat.
Perhitungannya, menurut Sofyan, tidak semudah seperti sistem pulsa telepon. Listrik dalam satuan kilowatt per hour (kWh) yang harus dibayar pelanggan berbeda, bergantung pada daya yang terpasang.
Potongan lain adalah bea administrasi bank (payment point online bank/PPOB) yang berkisar Rp 1.600-2.000 per transaksi. Ada juga pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar 2,4 persen dari tagihan listrik dan bea meterai jika transaksinya di atas Rp 250 ribu.
Cicilan, yang dituding sebagai penyebab membengkaknya tarif yang biasanya dilakukan masyarakat ekonomi lemah, dianggap Sofyan sebagai cara PLN agar listrik bisa dinikmati secara merata. Dalam sistem pembayaran listrik dengan cicilan, biaya PPOB yang mencapai Rp 2.000 bisa dibayarkan berkali-kali.
"Biaya yang bertambah bukan berarti pencurian biaya," kata Sofyan. Ia menuturkan bahwa PLN tengah menyiapkan cara untuk meminimalkan biaya dengan melakukan efisiensi listrik. Namun detail efisiensi belum bisa dijelaskan karena masih dalam rencana.
ROBBY IRFANY