TEMPO.CO, Jakarta - Ferdinand Hutahean, perwakilan dari Energy Watch Indonesia, menyatakan tudingan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli terkait dengan mafia pulsa listrik merupakan masalah yang sangat serius. Menurut dia, sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli tentu harus mempunyai data dan informasi yang valid dan aktual sehingga tuduhan tersebut tak hanya menjadi fitnah.
“Saya bukan sependapat, tapi memang perlu ada yang dibenahi terkait dengan pulsa listrik ini,” kata Ferdinand, Selasa, 8 September 2015.
Rizal Ramli mengendus adanya permainan mafia dalam bisnis pulsa listrik prabayar atau isi ulang yang dijalankan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dugaan itu muncul setelah ia melihat nilai manfaat riil yang didapat masyarakat dari nominal pulsa yang dibeli hanya sekitar 70 persen. Rizal Ramli mencontohkan, untuk pembelian pulsa listrik senilai Rp 100 ribu, isi pulsa yang dapat digunakan hanya sebesar Rp 73 ribu.
Ferdinand menambahkan, semua penentuan tarif sudah berdasarkan undang-undang. Jika benar Rizal Ramli menemukan kejanggalan, alangkah baiknya segera bertindak. "Jangan sekadar menyebut ada mafia. Segera bertindak sajalah, jangan sekadar menjadi pencitraan,” ujarnya.
Menurut Ferdinand, selama ini banyak komponen dalam penentuan tarif, salah satunya adalah biaya administrasi dan biaya meterai. Untuk biaya administrasi sendiri, setiap provider memiliki tarif berbeda-beda sesuai kesepakatan dengan PLN. Tarifnya berkisar Rp 2.000-2.500. Bahkan ada yang sampai Rp 3.500.
"Keterbukaan PLN kepada publik tentang komponen tarif diperlukan agar masalah ini jelas dan transparan," tuturnya.
INGE KLARA SAFITRI