TEMPO.CO, Jakarta - -Otoritas Jasa Keuangan memberikan relaksasi kepada industri keuangan non-bank (IKNB). Deputi Komisioner Pengawas IKNB Edi Setiadi mengatakan relaksasi diberikan kepada industri asuransi dan dana pensiun. "Perusahaan asuransi dan dana pensiun terkena juga dampak dari pelemahan pasar global," kata Edi di Jakarta, Kamis, 3 September 2015.
Menurut Edi, persentase investasi dari kedua industri tersebut hampir 50 persen ada di pasar modal. Dengan kata lain, pelemahan ekonomi global berimbas juga terhadap aset dan nilai investasi perusahaan asuransi dan dana pensiun. "Yang kami lakukan bukan mendorong perusahaan agar lebih untung tapi untuk melindungi peserta atau pemegang polis."
Dari pengamatan OJK, selama periode Mei hingga Juli terjadi penurunan pertumbuhan investasi, baik di asuransi maupun dana pensiun. Di asuransi, secara month to month dari Mei hingga Juni ada penurunan pertumbuhan investasi sebesar 1,7 persen. Penurunan terus berlanjut di periode Juni ke Juli, yaitu menjadi 0,58 persen.
Hal serupa terjadi di industri dana pensiun. Periode Juni ke Juli pertumbuhan investasi turun 0,76 persen. Padahal pada Mei-Juni ada pertumbuhan sebesar 1,1 persen. "Ini yang menjadi kekhawatiran regulator," ucap Edi.
Agar tidak terjadi persoalan terhadap para pemegang polis, OJK mengeluarkan tiga kebijakan Pertama kebijakan yang yang diatur dalam Surat Edaran OJK No.24/2015 tentang Penilaian Investasi Surat Utang dan Penyesuaian Modal Minimum Berbasis Resiko Bagi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
Kedua, SE OJK No.25/2015 tentang Penilaian Investasi Surat Berharga Syariah dan Perhitungan Dana untuk Mengantisipasi Risiko Kegagalan Pengelolaan Kekayaan Perusahaan Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah. Ketiga, SE OJK No.26/2015 tentang Penilaian Investasi Surat Utang Berharga Bagi Dana Pensiun.
Dalam aturan itu, lanjut Edi, perusahaan dapat menyesuaikan jumlah modal minimum berbasis resiko yang diperhitungkan dalam penghitungan tingkat solvabilitas paling rendah 50 persen. "Tingkat solvabilitasnya mencapai 120 persen. Sedangkan perusahaan syariah 30 persen."
Ia menyebut, aturan tersebut tidak berlangsung lama dan akan dievaluasi akhir tahun nanti. "Kami tetap menjaga aspek kehati-hatian juga," kata Edi.
ADITYA BUDIMAN