TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menyatakan Indonesia harus tetap waspada meski Managing Director Dana Moneter Internasional Christine Lagarde menyebut kondisi perekonomian Tanah Air tetap bagus.
“Dulu, pada 1997, fundamental kita juga dibilang kuat oleh IMF,” kata David kepada Tempo, Rabu, 2 September 2015.
Namun David mengakui kondisi perekonomian masih bagus meski mengalami perlambatan pertumbuhan. Cadangan devisa jauh lebih baik dibanding 1997-1998. Bank Indonesia juga tidak banyak intervensi dalam menjaga nilai tukar rupiah.
“Di sektor perbankan, kredit macet masih rendah dan capital adequacy ratio lebih baik 20 persen,” ucapnya.
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menahan pelemahan rupiah. Dari pemberian tax holiday bagi industri pioner, stabilisasi rupiah, hingga pembelian kembali saham (buy back) Badan Usaha Milik Negara. “Dalam rangka mitigasi, ini memang diperlukan,” ujar David.
Hanya saja, menurut David, masih terdapat kerentanan. Terutama kepemilikan surat utang negara oleh investor asing yang sebesar 40 persen. Sedangkan di Thailand, porsi kepemilikan SUN hanya 15 persen. “Ini artinya, pemerintah masih memiliki ketergantungan dari portofolio dalam menutupi defisit anggaran,” tutur David.
Christine Lagarde sebelumnya mengatakan ekonomi Indonesia masih stabil. Depresiasi rupiah yang terjadi, kata dia, dipengaruhi kebijakan ekonomi Cina, turunnya harga komoditas, dan rencana bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) menaikkan suku bunga.
"Faktor-faktor itu memang bisa memicu volatilitas," ucap mantan Menteri Keuangan Prancis itu.
SINGGIH SOARES