TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah dunia mencetak kenaikan besar dua kali berturut-turut pada Jumat (Sabtu pagi, 29 Agustus 2015, WIB) setelah terpuruk seminggu karena para pedagang memandang penurunan tajam baru-baru ini sebagai hal berlebihan.
Harga patokan Amerika Serikat, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik 2,66 dolar AS (6,3 persen) menjadi 45,22 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober, patokan Eropa, menjadi 50,05 dolar AS per barel di perdagangan London, atau naik 2,49 dolar AS (5,2 persen) dari penutupan Kamis, 27 Agustus 2015.
Selama seminggu, WTI naik 11 persen, kenaikan mingguan terkuat dalam empat setengah tahun terakhir setelah sebelumnya kontrak merosot pada Senin lalu ke tingkat penutupan terendah dalam enam setengah tahun, yakni pada 38,24 dolar AS per barel. Sedangkan harga Brent naik sekitar 10 persen, kenaikan terbaik sejak 2009.
Kedua kontrak telah melonjak sekitar 10 persen pada Kamis lalu, berbalik naik atau rebound dari posisi terendah dalam enam tahun terakhir setelah ekonomi AS diberitakan tumbuh lebih baik daripada perkiraan pada tingkat tahunan 3,7 persen pada kuartal kedua.
Di sisi penawaran, rebound didukung oleh Shell, yang menutup dua saluran pipa utamanya di Nigeria pada Kamis lalu karena kebocoran dan sabotase sehingga mengurangi ekspor minyak mentah cukup besar.
"Ini luar biasa," tutur Phil Flynn dari Price Futures Group. "Alasan mengapa harga minyak telah kembali adalah kita merasakan aksi jual berlebihan."
Menurut dia, minyak mentah jatuh di bawah 40 dolar AS per barel pada Senin, 24 Agustus 2015, karena para investor khawatir pelambatan pertumbuhan dan gejolak pasar saham Tiongkok akan menggerus ekonomi global ke dalam kelumpuhan.
"Tapi sekarang Anda melihat data ekonomi yang datang dari Eropa dan AS. Ketakutan bahwa pelambatan Tiongkok telah berdampak besar pada ekonomi global mungkin terlalu dibesar-besarkan. Pasar minyak tetap sangat volatile," ucap Tim Evans dari Citi Futures.
Evans berujar, para pedagang minyak tampak lebih terkesan dengan kenaikan 4,8 persen pasar saham Shanghai pada Jumat kemarin daripada penurunan hampir 8 persen selama seminggu.
ANTARA