TEMPO.CO, Bengkulu - Menyikapi melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sudah menyentuh level di atas Rp 14.000, Bank Indonesia menganjurkan masyarakat untuk mengurangi pengeluaran. Sebab, konsumsi yang berlebihan dapat memberi tekanan ke pasar yang akan semakin mendorong kenaikan harga dan inflasi.
"Pengendalian konsumsi yang berlebihan tidak akan memberi tekanan kepada pasar, sehingga laju inflasi dapat kita kendalikan," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu, Bambang Himawan pada Jumat, 28 Agustus 2015.
Bambang mengimbau masyarakat tetap tenang menyikapi kondisi ekonomi saat ini. "Bank Indonesia akan terus stand by di pasar uang untuk fokus pada masalah jangka pendek."
Bambang menyebut kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan saat krisis ekonomi tahun ekonomi 1998. Negara masih memiliki cadangan devisa yang cukup untuk impor 6-8 bulan ke depan.
Menurut dia, pengaruh pelemahan rupiah pasti ada, terutama terhadap pelaku usaha ekspor dan impor. Namun pengaruh ini tidak akan bersifat dratis, seperti adanya pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
"Terlalu dini untuk membicarakan kemungkinan terjadi PHK besar-besaran. Saya yakin pengusaha akan melakukan upaya terlebih dahulu untuk menyiasati meningkatnya harga dolar," katanya.
Deputi Kepala Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu Christine R. Sidabutar mengatakan pemanfaatan produk lokal merupakan salah satu cara untuk menyiasati kondisi pelemahan rupiah ini. "Dengan demikian dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap produk yang dibeli dengan dolar," katanya.
Menurut Christine, masyarakat dapat mulai dengan mengembangkan produk lokal, seperti memanfaatkan perkarangan untuk keluarga. "Solusi untuk mengatasi tingginya kebutuhan hidup bukan menambah penghasilan, tapi mengurangi pengeluaran," katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI