TEMPO.CO, Jakarta - Kreditur-kreditur besar Asia mencatat angka pengembalian utang yang memburuk sejak perekonomian Cina melambat pada triwulan I 2015 lalu. Akibatnya, neraca keuangan bank besar Asia semakin tidak seimbang, utamanya pada kuartal II 2015.
"Perlambatan ekonomi Cina secara sempit, berdampak pada utang sektor perdagangan. Sayangnya secara luas berpengaruh pada kredit komoditas yang berpengaruh ke end user," kata Kepala Analis Keuangan JPMorgan Asia Josh Klaczek, sebagaimana dilansir Reuters pada 19 Agustus 2015.
Analisa Klaczek terbukti pada Indonesia, yang angka kredit macetnya meningkat pada semester I 2015. Kenaikan kredit macet/non-performing loan (NPL) berasal dari sektor pertambangan dan konstruksi.
Menurut analis dari Ciptadana Securities, Syaiful Adrian, peningkatan NPL memang disebabkan anjloknya permintaan impor dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
Namun kenyataan lebih buruk lagi. Otoritas Jasa Keuangan mencatat kenaikan NPL terjadi di seluruh sektor usaha. OJK mencatat industri pengolahan memiliki NPL terbesar di bank umum senilai Rp 15,51 triliun pada Mei 2015.
Namun OJK tetap optimistis pertumbuhan kredit masih bagus meski kenyataannya melambat. Tercatat pada Juni lalu pertumbuhan kredit mencapai 10,4 persen atau di bawah tahun lalu sebesar 11,6 persen.
Pemerintah Cina menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen pada tahun ini. Namun sebagian besar ekonom pesimistis lantaran produksi barang dan jasa Cina pada bulan ini saja mencapai titik terendah sejak 2009.
ROBBY IRFANY | ADITYA BUDIMAN | REUTERS