TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian menyatakan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal II/2015, yang mencapai 5,27 persen lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 5,21 persen, didorong industri logam, farmasi, serta makanan dan minuman.
Syarif Hidayat, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, mengatakan pertumbuhan industri yang berorientasi ekspor tengah tertekan seiring dengan ketidakpastian pasar global yang diperparah dengan devaluasi mata uang Cina.
“Akibatnya, ekonomi di semua negara tertekan, manufaktur juga terkena dampak. Industri logam, farmasi, serta makanan dan minuman masih menjadi penggerak pertumbuhan karena permintaan dari dalam negeri besar serta produksi kita cukup baik,” katanya pekan lalu.
Karena itu, dia melanjutkan, pemerintah harus terus meningkatkan daya beli masyarakat agar semua hasil produksi manufaktur dapat diserap pasar domestik. Selain itu, Kementerian Perindustrian tengah berupaya membuka pasar ekspor tujuan baru.
Khusus industri otomotif—yang saat ini penjualannya di dalam negeri juga turun, kata dia, tengah didorong membuka pasar ekspor di negara Timur Tengah. Dengan demikian diharapkan mampu menolong kinerja ekspor nasional.
Saleh Husin, Menteri Perindustrian, mengatakan peningkatan pertumbuhan industri pada kuartal II/2015 salah satunya didorong peningkatan realisasi investasi di dalam negeri serta cairnya belanja modal pemerintah. “Karena itu, hingga akhir tahun, kami tetap optimistis target pertumbuhan industri sebesar 6,3-6,8 persen pada tahun ini dapat tercapai dengan penuh keyakinan,” ujarnya.
Salah satu pendorong pertumbuhan industri, dia melanjutkan, pemerintah terus menyediakan bahan baku, infrastruktur, serta energi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang pembangunan sumber daya industri. Menurut peraturan ini, pemerintah harus menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri.
Dengan tingginya realisasi investasi, kata Saleh, maka pertumbuhan industri diperkirakan optimal pada 2-3 tahun ke depan setelah pabrik beroperasi. Pada periode ini, industri farmasi tumbuh di atas 9 persen, makanan dan minuman di atas 8 persen, serta otomotif sekitar 6 persen.
Hingga kuartal II/2015, ujar Saleh, total investasi yang masuk ke Indonesia telah mencapai US$ 5,07 miliar atau tumbuh 14,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yang hanya mencapai US$ 4,43 miliar.