TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mencatat transaksi perdagangan pada Juli 2015 surplus senilai US$ 13,3 miliar, tertinggi dalam 19 bulan terakhir. Namun, tingginya raihan tersebut tak diikuti dengan kenaikan volume transaksi.
Menurut data BPS, ekspor/impor turun 15 persen dibandingkan Juni. Untuk ekspor turun dari US$ 11,41 miliar menjadi US$ 13,5 miliar dan impor turun dari US$ 12,9 miliar menjadi US$ 10,07 miliar. "Banyak hal yang jadi penyebab, salah satunya adalah pelemahan nilai tukar," ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Adi Lumaksono di kantornya, Selasa, 18 Agustus 2015.
Adi mengatakan penurunan mata uang yang hampir dialami seluruh negara di dunia membuat adanya penekanan dalam impor, itu juga dialami Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh mata uang transaksi internasional dolar Amerika Serikat semakin perkasa sejak akhir tahun lalu.
Selain itu, faktor turunnya harga komoditas mentah juga turut melambatkan laju ekspor negara. Adi mencontohkan perlambatan yang terjadi pada minyak mentah dan minyak nabati yang turun hingga 40 persen.
Adi membandingkan rapor ekspor pada Januari-Juli 2015 dengan raihan US$ 89,76 miliar dengan rapor Januari-Juli 2014 senilai US$ 102,9 miliar. Pelemahan nilai tukar terlihat volume nilai transaksi ekspor industri pengolahan tahun ini dengan tahun lalu sebesar US$ 63,27 miliar dengan pangsa 70,49 persen dibandingkan torehan tahun lalu sebesar US$ 68,51 miliar dengan pangsa 66,55 persen.
Menurut Adi, hal serupa juga terjadi pada neraca impor. Belanja bahan modal Januari-Juli 2015 yang sebesar US$ 14,33 miliar (17,05 persen) turun secara nilai dari US$ 16,99 miliar, padahal pangsa belanjanya hanya sebesar 16,33 persen.
Situasi ini, ujar Adi, menjadi sinyal kuat jika perekonomian dunia pun turut melemah. Selain itu dibutuhkan pengalihan andalan ekspor dari komoditas mentah menjadi barang jadi untuk terus mendongkrak ekspor.
Dia mengatakan surplus masih bisa dicapai karena perlambatan ekspor tak separah perlambatan impor. "Bagi saya, selama neraca surplus itu berarti berita baik," kata Adi.
ANDI RUSLI