TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kementerian Luar Negeri M. Wahid Supriyadi mengatakan Indonesia terlambat menyadari potensi diaspora. Padahal, kata Wahid, jaringan diaspora di luar negeri bisa memberi kontribusi besar pada negara bila dimanfatkan.
"Kita sangat kalah dibanding Tiongkok dan India. Bahkan Vietnam sekarang juga sudah memahami manfaat diaspora," kata Wahid di Kementerian Luar Negeri, Rabu, 5 Agustus 2015.
Pesatnya kemajuan Tiongkok, kata Wahid, adalah berkat kontribusi diasporanya. Dalam dua puluh tahun pertama sejak 1979, Wahid menyebut investasi diaspora Tiongkok mencapai USD 300 ribu miliar.
Indonesia sendiri baru menggagas jaringan diaspora pada 2012 atas prakarsa Dino Patti Djalal. Selama ini, ujar Wahid, raga Indonesia di luar negeri berkumpul hanya berdasarkan kesamaan agama, suku, atau profesi. "Sekarang ada diaspora sebagai payungnya," ucap Wahid.
Ketua Indonesian Diaspora Mohamad Al Arief menyebut saat ini ada 7 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia. Jumlah ini masih kalah jauh dibanding Tiongkok yang mempunyai 80 juta diaspora dan India yang memiliki 60 juta diaspora. "India bahkan punya kementerian sendiri yang mengurusi 60 juta orang itu," kata Arief.
Sejak kongres diaspora pertama digelar di Los Angeles dua tahun lalu telah terbentuk 74 chapter diaspora di 44 negara. Arief menyebut kekuatan utama diaspora Indonesia adalah semangat dan kecintaan pada Tanah Air. "Saya sudah mengunjungi berbagai titik diaspora di dunia. Mereka bersemangat melakukan upaya konkret demi Tanah Air," kata Arief.
Pada 12-14 Agustus mendatang, kongres diaspora ketiga akan digelar di Jakarta. Arief menargetkan ribuan diaspora dari seluruh dunia turut hadir. Kongres ini juga terbuka untuk umum.
Kongres diaspora bertujuan mensinergikan orang Indonesia yang ada di luar negeri dengan segenap komponen bangsa di Tanah Air, baik dari kalangan pemerintah, legislatif, sektor swasta akademisi, dan masyarakat sipil.
Beberapa isu yang menjadi tema dalam kongres kali ini adalah perihal kota layak huni, kesehatan, pendidikan tinggi, ekonomi, kuliner, ekonomi kreatif, dwikewarganegaraan, kemaritiman, kepemudaan, dan masih banyak lagi.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA