TEMPO.CO , Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memangkas kewajiban PT PLN (Persero) untuk membangun kapasitas listrik 35 gigawatt hingga lima tahun ke depan. PLN diminta berfokus untuk menjadi perusahaan penyedia jasa ketenagalistrikan.
"Itu hasil evaluasi kami dalam rangka reformasi PT PLN," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat halal bihalal bersama jurnalis di Jakarta, Jumat, 31 Agustus 2015.
Saat ini, menurut Sudirman, PLN hanya dibebani tugas mengerjakan pengembangan listrik 5 gigawatt dari keseluruhan proyek. Ditambah lagi, ‘utang’ proyek fast track program tahap I dan II sejak 2010 sebesar 7 gigawatt.
Dalam rencana awal, PLN mengembangkan listrik 10 gigawatt dari rencana 35 gigawatt. Perseroan juga diminta membangun jaringan distribusi dan transmisi di seluruh daerah.
Kini, PLN hanya berfokus di penyaluran listrik dan mengawasi pembangunan serta pengembangan transmisi. Pembangunan infrastruktur dan operasionalnya dikerjakan oleh swasta melalui skema independent power producer dan kontraktor untuk transmisi.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman menyebutkan pembangunan pembangkit listrik diserahkan ke swasta lokal maupun asing. Beberapa negara seperti Cina, Korea Selatan, dan Turki sudah memulai investasinya. Bahkan Inggris bakal menjajaki kerja sama di bidang ini.
Sementara untuk pembangunan transmisi, pemerintah membatasi penanaman modalnya hanya untuk swasta lokal dan badan usaha milik negara. "Beberapa perusahaan konduktor sudah menyatakan minat, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk juga minat," kata dia.
Selain fungsi supervisi, PLN juga menerima limpahan anggaran sektor ketenagalistrikan Kementerian Energi. Sehingga pada tahun depan, rencananya hampir seluruh proyek Dirjen Ketenagalistrikan menjadi kewajiban perseroan. Namun, Jarman mengaku harus berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat terkait wacana ini.
Jarman menegaskan perusahaan listrik negara itu tetap berwenang membangun pembangkit. Hanya saja, pembangunan berlokasi di tempat terpencil yang investasinya tidak menarik bagi pengusaha.
"IPP menjadi tonggak pembangunan listrik. Di Malaysia sudah mulai seperti itu," ujar Jarman.
Karena perombakan ini, PLN harus merevisi Rencana Umum Pengadaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2014-2019. Kementerian meminta perubahan sudah selesai pada akhir 2015.
ROBBY IRFANY