TEMPO.CO, Jakarta - Nilai ekspor hasil perkebunan Bali pada semester I/2015 menunjukkan penurunan sebesar 11,98 persen menjadi US$ 980.674 dari periode sama tahun lalu sebesar US$ 1,1 juta.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, pemicu merosotnya ekspor komoditas perkebunan itu adalah anjloknya nilai ekspor kopi mencapai 67,32 persen. Komoditas andalan Bali ini hanya memberikan kontribusi senilai US$ 140.940 dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 431.623.
Penurunan nilai ekspor di tengah kenaikan harga dolar Amerika Serikat tersebut terjadi karena turunnya volume ekspor kopi sebesar 92,28 persen menjadi 5,15 ton, dari sebelumnya 66,7 ton.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Bali I Dewa Made Buana Duwuran mengungkapkan, pada periode Januari-Juli, produksi kopi sedikit karena belum memasuki masa panen. Kondisi tersebut berpengaruh pada kemampuan memasok komoditas kopi ke negara tujuan.
"Baru sekarang panen. Jadi nanti, saat periode semester II/2015, naik lagi volumenya. Kopi Bali masih digemari oleh masyarakat, ini murni masalah musim panen saja," katanya, Rabu, 29 Juli 2015.
Adapun untuk ekspor komoditas perkebunan lain, seperti kakao dan vanili, tetap menunjukkan tren positif. Kakao berhasil memberikan devisa senilai US$ 829.134, naik 21,85 persen dari periode sama tahun lalu sebesar US$ 680.457. Dengan jumlah volume yang dikapalkan sebanyak 110,27 ton, meningkat 40,78 persen dari sebelumnya 78,3 ton.
Sedangkan vanili membukukan nilai ekspor senilai US$ 10.600 atau naik 338,92 persen dibandingkan dengan sebelumnya seharga US$ 2.415. Jumlah itu berkat pengiriman sebanyak 250 ton, naik 338,92 persen dibandingkan dengan jumlah sama tahun lalu yang hanya 69 ton.