TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) mengalami rugi bersih Rp 10,5 triliun pada semester pertama 2015 atau turun Rp 25 triliun dibandingkan periode sama 2014 saat mencetak laba bersih Rp 14,5 triliun.
Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, 29 Juli 2015 mengatakan kerugian terutama karena rugi selisih kurs Rp 16,9 triliun pada semester pertama 2015 dibandingkan dengan laba kurs Rp 4,4 trilliun pada semester pertama 2014.
"Untuk mengurangi beban akibat mata uang rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing terutama dolar AS, perusahaan pada April 2015 telah melakukan transaksi lindung nilai atas sebagian kewajiban dan utang usaha valas," katanya.
Sementara laba operasi atau usaha PLN pada semester pertama 2015 sebesar Rp 24,7 triliun atau turun Rp 4,1 triliun (14,2 persen) dibanding periode sama 2014 sebesar Rp 28,8 triliun.
Padahal, menurut Adi, dari sisi penjualan listrik pada semester pertama 2015 mengalami kenaikan cukup signifikan, yakni Rp 15,5 triliun atau naik 18,1 persen menjadi Rp 101,3 triliun dibanding periode sama 2015 Rp 85,7 triliun.
Pertumbuhan pendapatan itu berasal dari kenaikan volume menjadi 99,4 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,8 persen dibanding dengan periode sama 2014 97,6 TWh dan kenaikan harga jual rata-rata dari Rp 878,44 menjadi Rp 1.018,87/kWh.
Jumlah pelanggan PLN pada akhir semester pertama 2015 tercatat 59,5 juta atau naik 6,82 persen dari periode sama 2014, yaitu 55,7 juta.
Kenaikan jumlah pelanggan itu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional dari 80,1 persen pada Juni 2014 menjadi 84 persen pada Juni 2015.
Adi juga mengatakan subsidi listrik pada semester pertama 2015 sebesar Rp 27,4 triliun atau turun Rp 30,3 triliun (52,5 persen) dibandingkan dengan semester pertama 2014 Rp 57,7 triliun.
Penurunan tersebut dikarenakan efisiensi biaya penyediaan tenaga listrik dan kenaikan tarif tenaga listrik pada beberapa golongan tarif.
Total pendapatan usaha pada semester pertama 2015 sebesar Rp 132,54 triliun atau lebih rendah Rp 14,5 triliun (turun 9,8 persen) dibandingkan dengan semester pertama 2014 sebesar Rp 147,01 triliun.
Beban usaha perusahaan juga turun Rp 10,4 triliun atau 8,8 persen menjadi Rp 107,8 triliun dibandingkan dengan periode sama 2014 sebesar Rp 118,2 triliun.
Penurunan itu karena substitusi penggunaan BBM dengan batubara atau energi lain yang lebih murah dan turunnya harga energi primer.
"Efisiensi terbesar dari berkurangnya biaya BBM, yaitu Rp 19,4 triliun atau 50,5 persen, sehingga pada semester pertama 2015 menjadi Rp 18,8 trilliun dari sebelumnya Rp 37,9 trilliun," kata Adi.
Sementara, biaya batubara naik Rp 2,1 triliun atau 10,2 persen menjadi Rp 22,4 triliun dan gas naik dari Rp 22,7 triliun menjadi 23,2 triliun.
Menurut Adi, aset per 30 Juni 2015 tercatat Rp 622,5 triliun atau naik 1,87 persen dibanding 31 Desember 2014 sebesar Rp 611,1 triliun.
Kenaikan aset itu terutama disebabkan jumlah aset tidak lancar mengalami peningkatan 2,1 persen menjadi Rp 536,8 triliun pada 30 Juni 2015 dari Rp 525,6 triliun pada 31 Desember 2014.
"Peningkatan ini disebabkan adanya investasi pada proyek-proyek yang masih terus berjalan, terutama pembangkit dan transmisi," kata Adi.
ANTARA