TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tidak akan mengumumkan hasil analisis dan evaluasi kapal perikanan eks asing kepada publik.
Menurut Susi, setelah keluar moratorium kapal perikanan lewat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2015, kapal-kapal yang dinyatakan lolos akan langsung diberi izin untuk beroperasi. Sedangkan yang tidak lolos akan ditindak sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan.
"Karena saya bukan penindak, bukan yang berwenang. Jadi dalam hal ini saya tidak akan sebutkan satu persatu, kecuali itu sudah termasuk pelanggaran hukum dan ditangani kepolisian," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Selasa, 16 Juni 2015.
Namun, dia melanjutkan, bila ada perusahaan yang menyatakan kapalnya legal dan terkena dampak peraturan tersebut, pihaknya siap melakukan diskusi publik bersama perusahaan tersebut.
Saat ini, menurut data Satuan Tugas Anti Illegal Fishing, sebanyak 907 kapal dari 156 perusahaan yang masuk daftar analisis dan evaluasi (anev) telah terdiskualifikasi.
Baca Juga:
Mereka telah terbukti melakukan berbagai pelanggaran, seperti menggunakan nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan asing, tidak menyalakan VMS saat berlayar, keberadaan kapal saat ini tidak diketahui (terindikasi sudah kembali ke negara asal), serta UPI tidak berfungsi atau fungsinya tidak optimal.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 49 perusahaan dengan 566 kapal tergolong melakukan pelanggaran yang berat. Pelanggaran berat ini di antaranya kapal yang dimiliki dan terdata sudah tidak ada di Indonesia, penggunaan anak buah kapal asing di atas 80 persen, dan menerapkan kerja paksa terhadap ABK.
Total kapal eks asing yang masuk daftar anev sendiri berjumlah 1.132 dari 187 perusahaan. Saat ini, Susi mengatakan, sisa 225 kapal di luar yang telah terdiskualifikasi masih diperiksa secara mendalam. Salah satu hal yang diperiksa ialah pajak, yang akan diperiksa bersama Kementerian Keuangan.
Karena itu, Susi memastikan kapal-kapal ini tidak akan bisa beroperasi hingga masa moratorium usai pada 31 Oktober mendatang. Adapun para pengusaha kapal tersebut terus mendorong pemerintah agar segera mengumumkan hasil anev. Pasalnya, mereka menilai peraturan ini telah mematikan usaha mereka akibat berhentinya operasionalisasi kapal mereka.