TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Bank Dunia, kini giliran Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia sepanjang 2015 dari semula 5,2 persen menjadi 4,7%, kian jauh dari target pemerintah sebesar 5,7 persen.
Deputi Direktur Pelaksana IMF Mitsuhiro Furusawa mengatakan revisi tersebut dipicu oleh melemahnya ekspor-impor. “Revisi ini berdasarkan asesmen awal tim ekonomi IMF. Selain turunnya harga komoditas, ekspor juga tidak terlalu kuat,” katanya, Selasa 16 Juni 2015.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), secara kumulatif sepanjang awal tahun hingga Mei 2015 nilai ekspor Indonesia melemah 11,84 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dalam lima bulan pertama tahun ini, ekspor hanya mencapai US$64,72 miliar.
Sebelumnya, dalam sebuah jumpa pers yang mengiringi laporan Regional Economic Outlook, Wakil Direktur Departemen Asia Pasifik IMF Kalpana Kochhar mengisaratkan pemangkasan. Dia menilai, kontraksi pertumbuhan yang lebih tajam dibandingkan perkiraan semula memicu keraguan perekonomian Indonesia mampu mencapai estimasi awal, yakni 5,2 persen.
Revisi itu persis dengan proyeksi termutakhir Bank Dunia. Pekan lalu, lembaga tersebut juga merilis laporan yang memangkas pertumbuhan global sekaligus merevisi turun proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,7 persen. Selama kuartal I/2015 BPS mencatat perekonomian domestik hanya bertumbuh 4,7 persen.
Namun, Furusawa menuturkan ada potensi perbaikan laju pertumbuhan pada paruh kedua 2015 meski takkan signifikan mengungkit pertumbuhan. “Pada semester kedua, kami memandang ada peningkatan tetapi moderat. Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan mengeksekusi belanja modal, terutama di sektor infrastruktur,” katanya.
Kendati demikian, performa penyerapan anggaran pemerintah cenderung rendah. Hingga tengah Mei 2015 total realisasi belanja negara baru mencapai Rp540,5 triliun setara dengan 27,2 persen terhadap pagu APBN Perubahan 2015.
Menanggapi hal itu, Furusawa mengatakan kapasitas penyerapan anggaran dapat dimaksimalkan melalui berbagai strategi a.l. penyederhanaan proses investasi, percepatan akuisisi lahan, dan perbaikan iklim bisnis, serta perencanaan yang matang dan jelas. Dia menggarisbawahi investasi dan keterlibatan swasta menjadi aspek penting untuk mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang.
Untuk itu, Kepala Kantor Perwakilan IMF untuk Indonesia Benedict Bingham memperingatkan, pemerintah juga harus berhati-hati dalam upayanya mendorong penerimaan pajak. “Kebijakan harus dikomunikasikan dengan baik untuk mengurangi ketidakpastian. Jangan sampai mengganggu iklim bisnis,” katanya.
Menurutnya, serangkaian kebijakan baru bidang perpajakan baru akan berdampak signifikan pada penerimaan dalam jangka waktu menengah.