TEMPO.CO, Yogyakarta - Kenaikan harga telur ayam ras menjadi penyumbang inflasi terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Mei 2015. Kenaikan harga telur ayam ras sebesar 9,16 persen memberikan andil 0,05 terhadap inflasi. Data Badan Pusat Statistik DIY menunjukkan Kota Yogyakarta mengalami inflasi 0,36 persen.
Inflasi terjadi karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks semua kelompok pengeluaran, di antaranya kelompok bahan makanan yang naik 0,82 persen serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau naik 0,19 persen.
Merujuk pada data BPS, selain telur ayam ras, bahan bakar rumah tangga, daging ayam ras, tarif listrik, dan kelapa juga menjadi penyumbang inflasi. Daging ayam ras memberikan andil inflasi 0,04 persen.
“Menjelang puasa, masyarakat banyak yang membeli telur sebagai bahan kue kering,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Arief Budi Santoso kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu, 3 Juni 2015.
Dia menyatakan tekanan inflasi tahunan pada triwulan kedua 2015 diperkirakan meningkat ketimbang triwulan pertama tahun yang sama. Kenaikan harga komoditas pangan serta kenaikan tarif angkutan darat dan udara diprediksi menjadi penyebab. Ini terjadi seiring dengan datangnya bulan puasa dan liburan sekolah. Permintaan komoditas beras akan meningkat dua kali lipat pada bulan puasa dan Lebaran dari hari biasa.
Inflasi pada triwulan pertama 2015 tercatat 5,13 persen dalam year-on-year (YoY) atau lebih rendah ketimbang triwulan keempat pada 2014 sebesar 6,59 persen YoY. Arief menyebut, dalam tiga tahun terakhir, inflasi pada Juni berada pada angka 0,4-0,5 persen. Dengan begitu, dia memperkirakan angka inflasi pada Juni 2015 atau pada bulan puasa pada angka 0,4-0,5 persen. Untuk mengendalikan inflasi, tim pengendali inflasi daerah akan melakukan operasi pasar. BI sedang menghitung jumlah duit yang akan digunakan untuk operasi pasar. Pemerintah DIY, ujar Arief, wajib menjaga persediaan komoditas selama Ramadan dan Lebaran.
Arief menambahkan, konsumsi menjadi pendorong perekonomian DIY. Sebab, 60 persen perekonomian Yogyakarta ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Sedangkan 25 persennya ditopang pemerintah dan 15 persen oleh ekspor-impor. Indeks keyakinan konsumen menunjukkan peningkatan konsumsi bahan makanan, kerajinan, dan pakaian jadi. Sektor pariwisata mendukung perekonomian. Ini terlihat dari kebutuhan bahan makanan yang meningkat di hotel dan restoran.
SHINTA MAHARANI