TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot mengatakan usaha pertambangan mengandung rasio risiko yang tinggi. Karena itu secara volume, pertambangan milik asing mendominasi dibandingkan milik pribumi.
"Selain risiko tinggi, rasio keberhasilannya juga rendah," ujar dia di Jakarta, Ahad, 31 Mei 2015. Dua faktor tersebut, kata Gatot, yang membuat para pengusaha enggan mengeksplorasi secara jorjoran.
Menurut Gatot, meskipun ada pengusaha yang berminat, mereka langsung terhalang faktor modal yang selangit. Sedangkan perbankan dan bursa efek tak ada yang berani memberikan pinjaman modal. Hal yang berbeda terjadi di luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Kanada.
"Di kita belum berani bank-banknya," kata dia. Hal inilah yang membuat para pengusaha pribumi hanya berani mengeksplorasi batu bara, yang paling mudah teridentifikasi dan dengan skala hanya 1.000-2.000 hektare.
Padahal, menurut Bambang, potensi tambang nonbatu bara di Papua sangat besar. "Banyak lahan seperti Freeport di sana," kata dia.
Di luar modal, Kementerian ESDM juga masih kesulitan menangani permasalah administrasi standar, seperti kelengkapan surat, tumpang-tindih perizinan, dan perbatasan wilayah, yang berujung pada penerimaan negara dan daerah. "Ini masalah besarnya," kata Gatot.
Setahun ke depan Gatot akan menggandeng gubernur dan Kementerian Dalam Negeri untuk membenahinya. Maksud Gatot adalah penegakan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. "32 persen dari laba untuk daerah dan 16 persen untuk pusat. Inilah yang mau kita renegosiasi," kata dia.
Disan Budi Santoso dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan minimnya eksplorasi tak hanya menjadi pekerjaan rumah kementerian saja. Pemerintah, ujar dia, diminta untuk turut aktif memberikan insentif.
"Bunga pinjaman sekarang dua digit, kalau bisa diturunkan," kata dia. Menurut kalkulasinya, jumlah investor asing hanya 30 persen dari jumlah total 10 ribu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada. Namun, volume dan kapasitas kepemilikan asing dapat mencapai 60 persen.
ANDI RUSLI