TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis mengatakan Program Bina Lingkungan (PBL) Badan Usaha Milik Negara Peduli menuai sejumlah masalah. Dari hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap enam dari 23 program kegiatan menunjukkan pengelolaan dana PBL tidak memenuhi azas pengelolaan keuangan negara.
Menurut Harry, aspek yang tidak memenuhi itu meliputi perencanaan anggaran, pelaksana kegiatan, dan aspek pengawasan. “Sampai pemeriksaan berakhir Desember 2014 dana PBL yang berhasil dihimpun Rp 1,4 triliun dan yang tersisa Rp 193 miliar,” kata dia di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis, 28 Mei 2015.
Harry menyebutkan di program BUMN Membangun Desa, yang meliputi delapan sektor kegiatan sejak 2012, sebagian besar tidak mencapai tujuan. Program tersebut lantas dialihkan ke program cetak sawah, pengembangan sorgum, pembibitan sapi dan pembangunan rusunami. “Tapi nyatanya program ini juga tidak sesuai dengan tujuan,” ucapnya.
Dari pemeriksaan BPK menemukan indikasi kerugian negara dari program cetak sawah, pengembangan sorgum, dan pembibitan sapi. Menurut Harry, indikasi kerugian negara di program cetak sawah sebesar Rp 208, 68 miliar, penanaman sorgum sebesar Rp1,45 miliar, dan pembibitan sapi senilai Rp 1,68 miliar. Sedangkan dari sisi potensi kerugian negara, program pengembangan sorgum mencapai Rp 9,97 miliar dan pembangunan rusunami sebesar Rp 4,22 miliar.
BPKmemberikan sejumlah rekomendasi kepada Menteri BUMN Rini Soemarno. Harry meminta Mmenteri BUMN menyusun peraturan kementerian yang mewajibkan pembukuan secara intrakomptabel terhadap seluruh pengelolaan dana PBL. “Jadi program CSR dimasukkan sebagian dari biaya dan jadi unsur pengurang pajak,” ucap dia. Kementerian BUMN juga diminta untuk mengumpulkan seluruh dana PBL yang tersisa di rekening tertentu untuk selanjutnya disetor ke kas negara.
Ketua Komisi IV DPR RI Edy Prabowo mengaku terkejut dengan temuan ini. Menurut dia, indikasi kerugian negara tersebut tidak bisa dianggap sepele. “Perlu didalami dan dicari penanggung jawabnya,” kata Edy.
Ia ingin program BUMN tersebut tidak tumpang tindih dengan program kerja yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja Negara. “Dana sebesar itu (program cetak sawah) bisa produksi ribuan ton beras,” kata dia.
Anggota BPK Achsanul Kosasih menambahkan BUMN yang menjalankan program itu meliputi PT Sang Hyang Sri, PT Hutama Karya, PT Yodya Karya, dan PT Indra Karya. Ia mengatakan saat ini Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI tengah menyelidiki kasus tersebut. Hasil audit BPK digunakan untuk menghitung kerugian negara di program cetak sawah. “Bareskrim sudah bergerak,” kata dia.
ADITYA BUDIMAN