TEMPO.CO , Jakarta: Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengusulkan tiga kaki atau pilar pengelolaan migas nasional di dalam Rancangan Undang-Undang Migas. DPR mulai membahas soal ini pada akhir Mei 2015.
"Tanpa tiga kaki ini, negara sulit menghadapi tantangan produksi minyak yang semakin turun, sementara konsumsi terus meningkat," ujar Faisal dalam diskusi di acara Indonesia Petroleum Association (IPA) di Jakarta, Kamis, 21 Mei 2015.
Tiga kaki itu merujuk pada tiga fungsi. Pertama, fungsi perumusan kebijakan yang berwenang menentukan arah, tujuan, sasaran, dan sumber energi. Fungsi ini dipegang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam hal ini Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Kedua, adalah fungsi regulasi yang bertugas memastikan pengusahaan migas sesuai kebijakan. Kekuasaan ini juga dibekali fungsi pengawasan teknis dan memastikan prinsip good governance terlaksana pada pengusahaan hulu migas.
Fungsi ini dipegang SKK Migas yang secara tugas dan fungsi terpisah dari Kementerian ESDM. Untuk menjaga independensi lembaga ini dari intervensi pemerintah, solusinya perlu berbentuk badan usaha khusus.
Ketiga, adalah fungsi bisnis yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. Negara, kata Faisal, menjelma dalam BUMN yakni PT Pertamina (persero).
Meski Pertamina adalah 'jelmaan' fungsi bisnis migas negara, dalam prakteknya harus mengadopsi etika bisnis dan persaingan usaha yang sehat. "Secara umum, prinsip nasionalisme tetap dipegang. Negara harus mengutamakan Pertamina untuk mengusahakan blok minyak yang segera habis masa kontraknya oleh KKKS swasta," Faisal berujar.
Khusus SKK Migas, Faisal mengatakan, nantinya sebagai badan khusus, SKK Migas mempunyai otoritas penuh dalam hal manajemen Kontrak Kerja Sama (KKS). Oleh karena itu, RUU Migas harus membatasi secara jelas domain keuangan publik yang dimiliki SKK Migas tidak berbenturan dengan kewenangan bisnis yang dilakukan Pertamina.
Sistem tiga kaki pengelolaan migas ini kerap dikenal model Norwegia. Kekurangannya, lembaga ini rawan kriminalisasi jika ada penyimpangan dalam pelaksanaannya. Faisal mencontohkan beberapa kasus hukum terakhir yang melibatkan pejabat SKK Migas.
Usulan Faisal soal tiga kaki ini disambut hangat Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi. Kata Amin, saat ini lembaganya tengah berbenah secara struktural menuju badan usaha khusus.
Nantinya SKK Migas tidak beralas pada UU BUMN. Badan spesial ini, akan berada di bawah UU Migas dan aturan Kementerian ESDM secara lebih teknis.
Lembaganya juga sedang berjuang untuk perbaikan pengelolaan dari tindak kejahatan. "Kami sudah mempunyai sistem pengendalian internal yang mengawasi apabila terdapat pegawai yang macam-macam," ujar Amin.
RUU Migas rencananya bakal mulai dibahas oleh DPR pekan depan. Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, menjelaskan agenda bakal dimulai dengan mendengarkan pendapat semua pihak terkait reformasi aturan migas.
ROBBY IRFANY