TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Komisi Energi, Kardaya Warnika, menyayangkan sikap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, yang menyudutkan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberantasan mafia minyak dan gas. Menurut dia, cara tersebut tidak tepat.
“Cara dengan menjelek-jelekkan pemerintahan yang dulu tidak akan ada habisnya,” ucap mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) itu ketika dihubungi Tempo, pada Selasa, 19 Mei 2015.
Sebelumnya, Sudirman mengatakan pemberantasan mafia migas sering berhenti di meja presiden saat SBY memerintah. Tak terima, SBY membalas komentar tersebut melalui Twitter. Intinya, menurut SBY, selama memerintah, dia berupaya memberantas mafia-mafia migas.
Kardaya meminta pemerintahan Joko Widodo membuktikan kebenaran soal adanya mafia migas. Menurut dia, cara ini lebih tepat ketimbang memojokkkan pemerintahan sebelumnya. “Seolah-olah ingin jadi bagus, sementara yang dulu jelek,” kata Kardaya.
Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi adalah dengan pembubaran Petral Group. Pembubaran akan dilakukan setelah keluarnya hasil audit investigasi pada April 2016 mendatang. Saat ini, Pertamina mengambil alih peran dan aset-aset Petral.
Kardaya mengatakan pembubaran Petral belum tentu mampu memberantas mafia. Musababnya, menurut Kardaya, wujud para mafia migas selama ini tidak ada. “Sekarang tidak jelas mafia itu siapa saja sehingga sulit diperiksa,” ujar Kardaya.
Pengamat energi dan tambang, Bisman Bakhtiar sependapat dengan Kardaya. Meski wujud tak diketahui,, menurut dia, dampak dari mafia migas dapat dirasakan. “Harga BBM mahal dan pendapatan negara yang berkurang,” kata Bisman.
Menurut Bisman, sangat sulit memberantas mafia migas. Alasannya, banyak “aktor kelas kakap” yang terlibat. Mafia migas akan tetap ada, lanjutnya, jika tata kelola migas dan undang-undang masih lemah. “Ditambah lagi dengan pengawasan yang lemah,” ujar Bisman.
SINGGIH SOARES