TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia melaporkan defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2015 sebesar US$ 3,8 miliar atau setara dengan 1,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini turun dibanding triwulan IV 2014, yang sebesar US$ 5,7 miliar atau setara dengan 2,6 persen dari PDB. Begitu juga jika dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang sebesar US$ 4,1 miliar atau setara dengan 1,9 persen PDB.
Peningkatan kinerja transaksi berjalan ini ditopang menyusutnya impor minyak karena harga minyak dunia yang rendah. Selain itu, ada dampak positif reformasi subsidi yang dilakukan pemerintah. “Neraca perdagangan migas kita membaik,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara melalui siaran pers, Jumat, 15 Mei 2015.
Perbaikan defisit ini juga disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa mengikuti turunnya impor barang, berkurangnya pengeluaran wisatawan nasional selama berlibur ke luar negeri, dan turunnya neraca pendapatan primer.
Pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak dan elpiji sekitar Rp 230 triliun. Selain mencabut seluruh subsidi BBM jenis Premium, pemerintah membuat kebijakan baru subsidi tetap untuk BBM jenis solar sebesar Rp 1.000 per liter. Hasilnya, subsidi BBM dan elpiji untuk tahun berjalan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 menyusut dari Rp 274,7 triliun menjadi sebesar Rp 44,4 triliun.
TRI ARTINING PUTRI