TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelidiki 14 perusahaan yang diduga terlibat praktek perdagangan manusia (trafficking) dan memperbudak anak buah kapal (ABK) asing. Kepada Tempo, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan 14 perusahaan itu sudah dilaporkan kepada polisi. "Perusahaan-perusahaan itu akan segera ditindak," kata Susi, Selasa, 12 Mei 2015.
Sumber Tempo menyebut perusahaan perikanan itu rata-rata dimiliki oleh orang Indonesia. Ada yang berdomisili di Jakarta, tetapi kebanyakan beroperasi di wilayah Maluku. Namun saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Susi enggan menyebutkan identitas 14 perusahaan tersebut.
Menurut Ketua Satuan Tugas Anti Illegal Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan, Mas Achmad Santosa, dugaan perbudakan itu ditemukan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi terhadap 16 perusahaan perikanan di Ambon, Maluku. Dari seluruh perusahaan itu, cuma dua yang tidak menggunakan ABK asing. Adapun 14 lainnya mempekerjakan 2.061 ABK asing pada 119 kapal. "Ini melanggar Undang-Undang Perikanan yang melarang penggunaan ABK asing," ujarnya.
Santosa mengatakan sebagian dari ABK asing itu adalah korban trafficking yang berasal dari Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Menurut Santosa, mereka direkrut melalui cara-cara tidak wajar. "Mereka kemudian dikurung sebelum dipekerjakan."
Santosa menegaskan kasus ini merupakan pelanggaran hak asasi yang serius. Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak mentoleransi praktek perekrutan ABK semacam ini. "Apalagi Indonesia telah meratifikasi konvensi anti-perbudakan dan memiliki aturan yang memberi sanksi tegas pada praktek perbudakan," ujarnya.
DEVY ERNIS