TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menampik pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan Indonesia telah bebas utang dari Dana Moneter Internasional (IMF). Sebab, hingga saat ini Indonesia masih membayar cicilan utang untuk dana iuran wajib keanggotaan setiap tahunnya.
"Total pembayaran cicilan iuran ini dari 1999-2013 adalah Rp 35 triliun. Setiap tahun pasti ada, dan dibayarkan oleh Bank Indonesia," ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Yenny Soetjipto, saat dihubungi, Selasa, 28 April 2015.
Menurut Yenny, setiap tahun IMF, Bank Pembangunan Asia (ADB), Bank Dunia, dan Lembaga Keuangan Jepang untuk Infrastruktur (JICA) datang ke Indonesia untuk menyerahkan draf perjanjian pembayaran iuran yang bernama promisory note. Besarannya Rp 2-3 triliun dan IMF adalah penerima sekitar 80 persen dana tersebut.
Namun, pos ini di APBN tidak masuk dalam pengeluaran untuk pembayaran cicilan utang luar negeri. Pembayaran promisory note masuk dalam pos penyertaan modal ke lembaga keuangan internasional.
Menurut Yenny, secara pos anggaran, Indonesia memang sudah tidak membayar cicilan utang luar negeri beserta bunganya ke IMF. Namun, pembiayaan seperti ini tetap dianggap Fitra sebagai utang.
Fitra berasumsi, tujuan iuran wajib adalah untuk kepentingan Indonesia supaya mendapat kemudahan pinjaman di waktu yang akan datang. Saat ini, asumsi terbukti dengan meningkatnya pinjaman luar negeri Indonesia, yang dalam APBNP 2015 mencapai Rp 700 triliun, dari 2014 sebanyak Rp 614 triliun.
Pinjaman luar negeri pemerintah terbesar tahun 2015 berasal dari ADB dengan porsi 70 persen dari total pinjaman. "ADB itu kan punya dana di IMF. Jadi tetap saja, secara tidak langsung, Indonesia memang tergantung pada IMF," ucap Yenny.
ROBBY IRFANY