TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, mendesak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) segera mencabut surat izin PT Pusaka Benjina Resource. Musababnya, perusahaan itu diduga terlibat perbudakan anak buah kapal (ABK).
"Pencabutan izin operasi adalah tanggung jawab negara untuk memastikan Indonesia tidak menoleransi praktik perbudakan dan perdagangan manusia," kata Riza lewat pesan singkat kepada Tempo, Rabu, 22 April 2015.
Apalagi, menurut Riza, BKPM telah menemukan pelanggaran Benjina dalam pengunaan ABK asing yang melebihi ketentuan. "Pelanggaran ini dilakukan berulang hingga terungkapnya indikasi perbudakan di Benjina."
Riza menambahkan, dengan ditemukannya kasus perbudakan, Benjina tidak mematuhi hukum di Indonesia dalam menjalankan bisnisnya. Pemerintah, tidak perlu khawatir jika masalah tersebut dibawa ke arbitrase internasional. "Pemerintah sudah cukup bukti berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukannya," ujar Riza.
Kasus Benjina mengemuka setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menemukan adanya dugaan perbudakan oleh PT Pusata Benjina Resources. Ratusan ABK dari Myanmar diketahui dipekerjakan tanpa bayaran dan istirahat di kapal-kapal milik perusahaan itu.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan BPKM Azhar Lubis menyatakan instansinya baru meminta surat perizinan Benjina untuk diklarifikasi. "Karena tidak punya unsur pengawasan di lapangan, kapal, dan aparat, kami minta data-data serta bukti," kata Azhar.
SINGGIH SOARES