TEMPO.CO , Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 3.293 masalah yang berdampak finansial sepanjang semester kedua 2014. Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, temuan tersebut bernilai sebesar Rp 14,74 triliun. Dari jumlah itu ada Rp 1,42 triliun yang mengakibatkan kerugian negara.
Sementara itu sisanya, yaitu Rp 3,77 triliun berpotensi merugikan negara dan Rp 9,55 triliun kurang disetorkan. "Selain itu ada 3.150 masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan tidak ekonomis, tidak efisien, dan tidak efektif. Nilainya mencapai Rp 25,81 triliun," kata Harry di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 7 April 2015.
Salah satu yang menjadi sorotan BPK adalah mengenai belanja infrastruktur di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dari temuan BPK ada 137 kontrak proyek pembangunan transmisi dan gardu induk yang terhenti. Penyebabnya, kata Harry, ada pada pembebasan lahan yang berlarut-larut sehingga izin kontrak tahun jamak tidak diperpanjang.
"Akibatnya hasil proyek yang belum selesai sebesar Rp 5,38 triliun tidak bisa dimanfaatkan. Ada kerugian negara senilai Rp 562,66 miliar," ucapnya. Kerugian itu berasal dari sisa uang muka yang tidak dikembalikan oleh penyedia barang/jasa. "Ini terjadi karena Menteri Keuangan kurang cermat dalam memberikan izin kontrak tahun jamak," kata Harry.
Selain itu, BPK juga menemukan masalah di sektor penerimaan pajak dan migas senilai Rp 1,124 triliun. Temuan masalah itu terdiri dari potensi Pajak Bumi dan Bangunan migas terutang sebesar Rp 666,23 miliar dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas di 2014 sebesar Rp 454,38 miliar. Lalu dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ada ketidakpatuhan terhadap ketentuan cost recovery. Menurut Harry, ada kekurangan penerimaan negara senilai Rp 6,19 triliun.
ADITYA BUDIMAN