TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat meminta Presiden Joko Widodo serius menjalankan nota kesepahaman Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-SDA). Salah satu anggota Tim Koordinasi Monitoring GN-SDA, Timer Manurung, mengatakan sebanyak 90 LSM yang tersebar di seluruh Indonesia siap mengawal gerakan itu.
Timer menambahkan, setidaknya ada tiga agenda utama yang harus diselesaikan pemerintahan Jokowi. Pertama, harmonisasi peraturan sumber daya alam yang masih tumpang tindih. Kedua, perluasan wilayah kelola masyarakat terhadap hutan produksi. Dan ketiga, optimalisasi penerimaan negara dari sektor sumber daya alam.
"Target utama kami ingin masyarakat juga bisa mengelola hutan," kata Timer di Jakarta, Selasa, 31 Maret 2015.
Ia menjelaskan, dari total 70 juta hektare hutan produksi di Indonesia, masyarakat baru bisa mengelola 3,2 persen atau 1,1 juta hektare. Sedangkan 33 juta hektare lainnya dikuasai industri-industri besar. "Kami menargetkan sepertiganya bisa dikelola masyarakat," kata Timer.
Menurut Timer, optimalisasi penerimaan negara dari sektor sumber daya alam menjadi agenda penting lainnya. Pasalnya, masih banyak industri pengelolaan mineral dan tambang di kawasan hutan yang tidak menyetorkan keuntungannya kepada negara.
Salah satu contoh adalah jaminan dana reklamasi. Menurut Timer, banyak industri yang tidak menyetorkan dana reboisasi. "Kalau dana reboisasi tidak ada, siapa yang akan memperbaiki lahan bekas tambang?"
Sebelumnya, pada 19 Maret lalu, Presiden Jokowi bersama 29 menteri dan 12 gubernur menandatangani nota kesepahaman Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam di Istana Negara. Presiden berharap optimalisasi sumber daya alam bisa memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
ADITYA BUDIMAN