TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat meminta PT Pertamina (Persero) mengkaji ulang perhitungan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang disusulkan kepada pemerintah.
Usul perubahan harga Premium menjadi Rp 8.200 dan solar Rp 7.450 per liter, menurut anggota Komisi Energi DPR, Kurtubi, tidak tepat. Harga baru itu terlampau tinggi. "Hitungannya harus dievaluasi," ujar Kurtubi saat dihubungi, Kamis, 26 Maret 2015.
Juru bicara PT Pertamina, Wianda Pusponegoro, kepada Tempo, Kamis, 26 Maret 2015, mengatakan usulan itu telah disampaikan kepada pemerintah pada awal Maret lalu.
Menurut perhitungan Kurtubi, kenaikan harga Premium dan solar saat ini berkisar Rp 300 per liter. Sebab, tidak ada fluktuasi signifikan dalam harga minyak dunia.
Kenaikan saat ini pun lebih didominasi akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kontribusi pelemahan ini terhadap potensi kenaikan harga bahan bakar minyak berkisar 60 persen.
Kurtubi meminta Pertamina membeberkan hasil perhitungannya terhadap harga acuan Mean of Platts (MoPS) Singapura dan biaya impor minyak perseroan. Sebab, dengan begitu, publik dapat menghitung sendiri kenaikan harga yang seharusnya berlaku.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang mengatakan perusahaannya belum menentukan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi ke pemerintah. Kenaikan akan dibicarakan Pertamina bersama pemerintah menjelang pengumuman harga baru pada 1 April mendatang.
"Tunggu saja hasilnya," ujar Bambang saat dihubungi, Kamis, 26 Maret 2015.
ROBBY IRFANY