TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan dan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) membuka kembali rekomendasi pengangkatan benda muat kapal tenggelam (BMKT). Sebelumnya, Kementerian Kelautan sempat mengeluarkan moratorium selama tiga tahun sejak 2011.
Pemberlakuan moratorium perizinan pengangkatan benda muat kapal tenggelam diberlakukan setelah terbit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada September 2014, Kementerian Kelautan membuka kembali izin tersebut.
Kepala Subdirektorat Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan Direktorat Pesisir dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Rusman Haryanto mengatakan sejak 2000-2014 pemerintah telah menerima izin survei sebanyak 75 izin. Namun kenyataannya, yang melakukan izin pengangkatan hanya 13 perusahaan. Padahal, pemerintah hanya memberikan waktu selama dua bulan untuk melakukan survei. “Sisanya belum jelas pada ke mana,” ujar Rusman, Selasa, 10 Maret 2015.
Karena itu, menurut Rusman, proses pengangkatan akan menjadi pengawasan pemerintah. Selain itu, pemberian izin pengangkatan itu diharapkan dapat meminimalisir pencurian benda muat kapal tenggelam. "Banyak yang ilegal soalnya," ujar Rusman.
Salah satu perusahaan yang sudah mendapatkan rekomendasi izin pengangkatan dari Panitia Nasional BMKT adalah PT Cosmix Asia. Direktur PT Cosmix Asia Harry Satrio mengatakan pihaknya akan segera melakukan pengangkatan dalam waktu kurang dari sebulan.
“Kira-kira Maret ini. Sekarang ini sedang menunggu izin dari Gubernur Riau. Dalam minggu ini mungkin izin sudah bisa keluar,” ujar Harry saat dihubungi Tempo, Selasa, 10 Maret 2015.
Sebelum mengajukan izin pengangkatan, Harry telah melakukan survei di lokasi pengangkatan. Lokasi pengangkatan, menurut Harry, terletak di dua titik, yaitu di Perairan Kijang, Provinsi Kepulauan Riau, dan Perairan Batu Belobang, Provinsi Riau. Dua lokasi tersebut berada di bawah 12 mil dari garis pantai sehingga izin yang dikeluarkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Harry mengatakan setelah melakukan survei, kapal tenggelam yang berada di dua titik itu berasal dari Dinasti Song (Cina) pada abad 11. Kapal itu merupakan kapal dagang asal Cina yang membawa barang-barang seperti mangkok, guci, dan piring.
Pengusaha yang bergelut di bidang kemaritiman ini tak segan-segan mengeluarkan kocek yang cukup untuk pengangkatan. ”Untuk satu lokasi sekitar US$ 6-7 juta,” ujar dia. Biaya tersebut, menurut Harry, meliputi biaya operasional, seperti upah penyelam, bahan bakar kapal, dan restorasi benda muat kapal tenggelam.
DEVY ERNIS