TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan ada tiga penyebab harga beras naik, yaitu mundurnya masa panen, pasokan terhambat, dan ketidaknormalan distribusi. Kendati demikian, Jokowi tidak menampik adanya peran mafia yang memainkan harga beras. "Kami tidak mengerti , tapi ini masih dicari," katanya saat mengunjungi ruang wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 2 Maret 2015.
Menurut Jokowi, ia memerlukan waktu untuk membuat harga beras kembali normal. Saat ini distribusi beras dari Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, belum sampai ke para pedagang eceran. "Mungkin nunggu barang sampai dalam minggu-minggu ini," ujarnya.
Jokowi mengklaim harga beras di Pasar Induk Cipinang turun Rp 700 per kilogram. Pedagang beras di pasar tersebut, Billy Haryanto, mengklaim, pada Sabtu, 28 Februari lalu, harga beras medium turun menjadi Rp 9.000-9.500 per kilogram.
Harga beras turun setelah Perum Bulog menggelar operasi pasar dengan menyuplai 3.000 ton beras ke Pasar induk Cipinang pada Jumat, 27 Februari 2015. Menurut Billy, operasi pasar Bulog digelar hingga harga beras kembali normal pada kisaran Rp 8.000-8.200 per kilogram.
Mengacu pada laporan Menteri Pertanian Amran Nasution, Jokowi mengatakan kenaikan harga beras diduga dipicu kenaikan harga gabah. Namun Jokowi berharap beberapa daerah yang memasuki masa panen raya akan menormalkan pasokan beras, sehingga harga di pasar turun. Sentra produksi beras yang memasuki masa panen raya di antaranya Demak, Kudus, dan Sragen di Jawa Tengah serta Ngawi dan beberapa daerah lain di Jawa Timur.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil memperkirakan puncak panen raya berlangsung Maret-April mendatang. Setelah suplai beras kembali normal, harganya akan mencapai kestabilan baru. Sofyan mengatakan pemerintah akan segera mengumumkan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering dan beras yang dibeli Perum Bulog.
ALI HIDAYAT