TEMPO.CO , Jakarta: Sejak Susi menjadi menteri, moratorium perizinan kapal perikanan buatan luar negeri ditegakkan. Akubatnya beberapa kapal asing ditangkap di perairan Indonesia.
Salah satunya adalah kapal MV Hai Fa. Seluruh awak kapal di kapal penampung ikan berbendera Indonesia ini ternyata adalah warga negara Tiongkok. Kapal itu disita dan para awak kapal pun ditangkap.
Cina pun bergerak. Duta Besar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing Sugeng Rahardjo dipanggil ke Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat Cina pada akhir Desember lalu.
Pemerintah Cina secara khusus meminta kepada Indonesia agar diberi akses kepada 78 anak buah kapal asal Cina yang ditangkap bersamaan dengan lima kapal milik Sino Indonesia Shunlida Fishing dan kapal pengangkut ikan MV Hai Fa.
Menurut sumber yang ikut dalam pertemuan itu, pemerintah Cina bahkan secara khusus meminta agar kapal-kapal yang ditangkap tidak diledakkan. "Mereka berharap bisa ditebus dan dikenakan denda saja," kata sumber tadi saat ditemui Tempo di Beijing, awal Februari lalu.
Atas permintaan itu, Sugeng Rahardjo mengatakan akan memperlakukan anak buah kapal asal Cina itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. "Kapal-kapal yang ditangkap juga akan diproses sesuai mekanisme dan aturan hukum di negara kami," kata sumber tadi, menirukan pernyataan Sugeng dalam pertemuan singkat tersebut.
Menurut sumber tadi, keinginan Cina mengintervensi kebijakan Indonesia tidak bisa diterima. Sebab, meski melibatkan anak buah kapal asal Cina, saat ditangkap kapal-kapal itu semuanya berbendera Indonesia. "Artinya, kapal itu milik Indonesia dan pemerintah Cina tidak perlu ikut campur," kata dia.
Tidak puas atas respons KBRI, Kementerian Pertanian Cina, yang membawahi sektor perikanan dan kelautan, mengirim tim khusus ke Indonesia untuk menemui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Beranggotakan enam orang, tim khusus dikirim ke Jakarta tanpa koordinasi dengan KBRI di Beijing maupun Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Selain membicarakan soal penangkapan kapal ikan, mereka juga ingin membahas lebih rinci mengenai moratorium yang diberlakukan oleh Menteri Susi sejak awal November lalu. Sebab, moratorium perizinan kapal eks-asing itu memutus kontrak kerjasama di bidang perikanan dan kelautan yang ditandatangani Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013. "Tapi saya tidak mau menemui mereka," kata Susi saat ditemui di komplek rumah menteri Widya Chandra, beberapa hari lalu.
Tak mau datang ke Jakarta dengan tangan hampa, enam utusan pemerintah Cina tersebut akhirnya menemui Tomy Winata di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurut Susi, mereka bermaksud meminta bantuan bos Artha Graha itu agar bisa dipertemukan dengan dirinya sekaligus melobi agar kapal-kapal yang ditangkap tidak ditenggelamkan. Tapi, upaya mereka mentok di tengah jalan. "Saya justru mendukung sepenuhnya kebijakan Menteri Susi," kata Tomy kepada Tempo.
Atase Ekonomi KBRI di Beijing, Freddy Sirait, mengatakan, sikap reaktif Tiongkok menghadapi kebijakan kelautan dan perikanan Indonesia bisa dipahami. Soalnya, sektor perikanan dan kelautan negara itu banyak bertumpu pada laut Indonesia.
Kapal MV Hai Fa ditangkap pemerintah di perairan Wanam, Kabupaten Merauke, akhir Desember lalu. Menurut Susi, kapal berbobot 4.306 gross tonnage ini merupakan kapal ilegal terbesar dalam sejarah yang pernah ditangkap di laut Indonesia. Saat ditangkap, kapal ini mengangkut 80 ton ikan beku, 800 ton udang beku, dan 66 ton ikan hiu martil dan hiu koboi.
Kapal ini dicurigai terlibat persekongkolan untuk mengekspor ikan secara ilegal melalui kerjasama antara PT Antarticha Segara Lines, pemilik kapal, dengan PT Avona Mina Lestari di Avona, pemilik ikan, dan PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam, yang mengajukan rencana ekspor. Seluruh muatan kapal rencananya akan dikirim ke Cina.
Adapun delapan kapal Sino ditangkap awal Oktober lalu. Saat itu Stasiun Pengawasan Tual memergoki PT Maritim Timur Jaya, perusahaan milik Tomy Winata, menampung ikan hasil tangkapan delapan armada PT Sino Indonesia Sunlida Fishing. Padahal, pangkalan Sino ada di Merauke dan peraturan melarang kapal ikan membongkar muatan di luar pangkalannya.
TIM INVESTIGASI TEMPO