TEMPO.CO, Jakarta - Pelarangan penjualan minuman beralkohol di mini market berdampak signifikan terhadap produsen bir. Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) meminta klarifikasi Kementerian Perdagangan atas peraturan pelarangan tersebut.
"Saat ini sudah ada kebingungan pelaku usaha di ritel dan banyak pertanyaan yang masuk ke kami. Bahkan ada yang mengembalikan produk," kata anggota eksekutif GIMMI Bambang Britono, seusai melakukan audiensi dengan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu, 18 Februari 2015.
Pelarangan penjualan minumal beralkohol di mini market akan diterapkan mulai April mendatang. Pelarangan itu dilakukan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015.
Menurut Bambang, pengaruh pelarangan itu juga terlihat pada produsen minumal beralkohol, termasuk produsen bir lokal. Shift kerja di produsen bir juga sudah turun. Distribusi bir melalui mini market memiliki porsi 12 persen dari total distribusi, sementara 88 persen distribusi bir dilakukan di tempat lain, seperti restoran dan kafe. Namun, yang menjadi konsen asosiasi, dalam peraturan tersebut pelarangan juga dilakukan di pengecer lainnya.
"Siapa itu pengecer lainnya, kami ingin minta klarifikasi. Karena kalau termasuk toko, kios, itu jumlahnya akan besar," kata Bambang.
Bambang menambahkan jika pelarangan juga dilakukan di pengecer lainnya, maka mata rantai distribusi penjualan bir runtuh sebagian. Akibatnya, produk bir tidak akan sampai dengan mudah ke konsumen. Namun, dia belum bisa menaksir berapa persen penurunan omset penjualan bir bila pelarangan diterapkan nanti.
Selain itu, pelarangan penjualan bir di minimarket juga diperkirakan bakal berdampak pada sektor pariwisata. Sebab, menurut Bambang, produk bir menunjang sektor pariwisata yang kini tengah berkembang di Indonesia.
Melalui pertemuan dengan Saleh Husin, Bambang mengatakan GIMMI ingin meminta agar Kementerian Perindustrian memfasilitasi pertemuan dengan Kementerian Perdagangan. Mereka ingin meminta klarifikasi soal peraturan tersebut sekaligus ingin mengetahui latar belakangnya ke Menteri Perdagangan. Apalagi, GIMMI mengaku sama sekali tak dilibatkan dalam proses pembuatan peraturan larangan itu.
"Kami minta petunjuk ke Menteri Saleh Husin agar difasilitasi, dibuka meja dialog dengan Kementerian Perdagangan dan stake holder lainnya untuk mencari jalan keluar yang terbaik," kata Bambang.
AMIRULLAH