TEMPO.CO, Jakarta -Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan Otomobil Nasional Sdn. Bhd. (Proton) dan PT Adiperkasa Citra Lestari, meninggalkan kontroversi. “MoU itu tentang apa, saya belum tahu, “ ujar Panggah Susanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi di Kementerian Perindustrian
Menurut Panggah, proyek itu tidak mungkin berupa mobil nasional karena program yang pernah dijalankan oleh PT Timor Putra Nasional itu melanggar perjanjian dagang internasional. “Tidak mungkin. Program itu sudah diprotes WTO (Organisasi Perdagangan Dunia),” kata Panggah, 8 Februari 20015.
Jumat pekan lalu, Proton meneken MoU dengan Adiperkasa, perusahaan yang dipimpin oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Mahmud Hendropriyono. Chairman Proton Mahathir Mohamad mengatakan pada tahap awal Malaysia akan mengekspor kendaraan utuh ke Indonesia. Berikutnya, kedua perusahaan akan merakit mobil dan membuat pabrik komponen di Indonesia.
Menurut Hendro, penggunaan istilah mobil nasional dalam kerja sama ini tidak tepat. Melalui pesan pendek kemarin, ia menjelaskan, proyek ini adalah murni kerja sama antara pihak swasta dan swasta. Ia menyebutkan, kebutuhan dana untuk membangun pabrik mobil asli Indonesia sangat besar. “Proton juga akan membantu pemasaran dan jaringan,” tutur mantan anggota Dewan Pengarah Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini.
Ide pembuatan mobil nasional bisa ditelusuri hingga 1996. Kala itu, Presiden Soeharto menerbitkan Inpres 2 Tahun 1996 yang menunjuk PT Timor Putra Nasional sebagai pionir mobil nasional. Timor Putra adalah perusahaan milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, anak bungsu Soeharto.
Sebagai pengembang mobil nasional, Timor mendapat fasilitas yang luar biasa dari pemerintah. Perusahaan itu dibebaskan dari bea masuk dan pajak dengan syarat harus menggunakan komponen lokal sebesar 20 persen pada tahun I, 40 persen pada tahun II, dan 60 persen pada tahun berikutnya.
Dengan alasan melancarkan proyek mobil nasional, Soeharto menerbitkan Keppres 42 Tahun 1996. Intinya, Timor tak perlu melalui tahapan pemenuhan komponen lokal dan boleh mengimpor mobil secara utuh, tanpa bea masuk. Untuk itu, dipilihlah produk Kia Sephia 1995 yang diberi nama Timor S15.
Perlakuan istimewa terhadap Timor ini digugat oleh Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ke WTO. Pada 22 April 1998, Indonesia dinyatakan bersalah dan program Timor harus dihentikan. Setelah krisis moneter, lewat Keppres 20 Tahun 1998, proyek Timor pun tamat.
Selepas Timor, muncul berbagai calon mobil nasional lainnya. Mobil itu misalnya Bimantara yang diproduksi oeh PT Bimantara Citra, milik Bambang Trihatmodjo. Perusahaan ini sempat bekerja sama dengan Hyundai sebelum akhirya berhenti berproduksi.
ALI HIDAYAT | SYAILENDRA | ARTIKA RACHMI FARMITA | TIM TEMPO