TEMPO.CO , Makassar -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar mengambil beberapa contoh pakaian bekas di sejumlah tempat penjual pakaian bekas di Kota Makassar, mengikuti instruksi Menteri Perdagangan Rachmat Gobel soal larangan impor pakaian bekas.
Pengambilan sampel ini untuk meneliti apakah pakaian dalam berupa celana dalam dan bra itu mengandung bakteri penyebab penyakit atau tidak. Tempat yang dikunjungi adalah pusat pakaian bekas alias cakar di Sam Ratulangi, Toddopuli, Hertasning, Daimaru, dan Mandai.
"Kami hanya melakukan perintah pemerintah pusat untuk memastikan apakah ada pakaian bekas yang mengandung bakteri penyakit," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar Taufiek Rachman saat memantau penjualan pakaian bekas di pusat penjualan cakar Toddopuli, Kamis 5 Februari 2015.
Taufiek mengatakan, sampel yang sudah diambil ini akan diserahkan ke Dinas Kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut. Apabila terbukti ada bakteri penyakit, maka Dinas Perindustrian akan melakukan penertiban sesuai Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2006 mengenai peraturan perdagangan barang bekas layak pakai yang berasal dari luar Makassar. Namun tidak sampai menutup. "Tidak boleh menghilangkan penjual, banyak masyarakat yang hidup dari usaha ini," katanya.
Yuli, pedagang baju cakar di pasar Toddopuli mengaku kecewa dengan sikap pemerintah. Menurut dia, tidak ada pelanggan yang mengeluh. "Apalagi soal bakteri penyebab penyakit," katanya.
Yuli menjelaskan, pakaian bekas yang masuk di Makassar berasal dari berbagai daerah, misalnya Kota Pare Pare, Sulawesi; Jepang, Amerika, dan Australia. "Kalau pakaian dari Taiwan dan Cina kami kurang berminat, karena kami anggap tidak bersih," katanya. Dia menambahkan, untuk menjamin kebersihan pakaian bekas, Yuli terlebih dulu mencucinya.
"Selama lima tahun saya menggunakan cakar, saya tidak pernah merasakan penyakit," kata Musdalifah, salah satu penggemar pakaian bekas yang ditemui di pasar Toddopuli.
MUHAMMAD YUNUS