TEMPO.CO, Makassar - Kebijakan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang melarang penjualan pakaian bekas pakai impor atau dikenal dengan istilah cakar, dinilai akan berdampak pada perekonomian warga Sulawesi Selatan.
"Pelarangan ini akan berdampak pada perekonomian kami, karena perdagangan pakaian bekas impor sangat banyak di Sulsel," ujar Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang, Rabu, 4 Februari 2015.
Menurut Agus, di Sulawesi Selatan banyak diperdagangkan pakaian bekas impor yang masuk melalui Tawau, Nunukan, dan Parepare. Meski begitu Agus mengaku belum menghitung seberapa besar kerugian dari pelarangan penjualan pakaian bekas impor tersebut. "Tidak sedikit yang menjadikannya sebagai sumber kehidupan sehari-hari, kebijakan ini seharusnya dibarengi dengan solusi," katanya.
Agus berharap, pemerintah pusat memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Ia mencontohkan solusi dengan mengganti peredaran pakaian impor bekas tersebut dengan pakaian ekspor yang tidak lolos sortir, karena harganya juga bersaing. "Selain harganya bersaing, kualitasnya barangnya juga bagus, sehingga tidak akan mematikan perekonomian."
Menurut Agus di Parepare pakaian bekas impor punya segmen tersendiri, karena biasa digunakan saat panen. Agus menambahkan selain Parepare, di Makassar juga tidak sedikit yang menjual pakaian bekas, dan laris manis. "Kita akan pikirkan, sebab ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat," ujar Agus.
Berdasarkan pantauan, di Pasar Mandai Sudiang, aktivitas jual-beli pakaian bekas impor masih berlangsung di pusat penjualan. Salah seorang pedagang, Heri Ahmad, 39 tahun, mengatakan selama ini ia memperoleh impor pakaian bekas paling banyak dari Malaysia. "Kita beli per karung, harganya macam-macam, dan selama ini tidak pernah ada larangan, ini sudah menjadi pekerjaan saya selama 10 tahun terakhir."
RASDIYANAH