TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan rencana penggelontoran stimulus oleh bank sentral Eropa (Europen Central Bank/ECB) tidak akan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Menurut dia, Indonesia tidak akan merasakan efek kebijakan tersebut dalam waktu dekat.
"Kebijakan itu untuk menghidupkan kembali perbankan di Eropa dan pengaruh positif ke negara lain termasuk Indonesia. Tapi, dampaknya tidak akan besar," kata Bambang di kantor Direktorat Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 27 Januari 2015. (Baca: Akhir Januari, Dolar Bisa di Bawah Rp 12.500)
Menurut Bambang, strategi yang dilakukan Eropa tersebut sama seperti yang pernah dipakai Amerika saat mengucurkan stimulus untuk menghidupkan sektor keuangannya. Pengucuran itu bisa berupa penerbitan bond atau surat berharga negara. Jika keuangan di Eropa membaik, maka tentu akan berpengaruh ke pasar berkembang. "Namun, besaran ekspansi ECB tidak sebagus saat Amerika mengeluarkan quantitative easing," katanya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat sebelumnya Bambang juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, harapan pengucuran stimulus Eropa dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat kecil. Berdasarkan pengalaman, saat Amerika mengucurkan stimulusnya pada 2008, dampaknya baru terasa di Indonesia pada 2010. "Butuh waktu satu sampai dua tahun," katanya.
Bambang menyatakan hal itu saat menanggapi pendapat anggota Komisi Keuangan dan Perbankan dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai 5,8 persen dengan adanya tambahan sentimen positif dari Eropa. (Baca: Jika Breakdown, Pertumbuhan Ekonomi 5,1 Persen)
Dalam rapat tersebut, pemerintah dan parlemen akhirnya sepakat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 dipatok 5,7 persen. Angka itu diperoleh dari komposisi baseline pertumbuhan ekonomi 5,1 persen dan tambahan dari realokasi belanja subsidi ke belanja infrastruktur sebesar 0,6 persen.
"5,7 persen ini butuh upaya ekstra dari belanja APBN," kata Bambang. Sedangkan untuk asumsi ekonomi makro yang lain, pemerintah dan DPR sepakat tingkat inflasi sebesar 5 persen, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 6,2 persen, dan nilai tukar rupiah 12.500 per dolar AS. (Baca: Korporasi Butuh Dolar, Rupiah Melemah)
ANGGA SUKMAWIJAYA
Terpopuler
Menteri Tedjo, Jaya di Laut Gagal di Darat
Syahrini Pamer Foto Bersama Paris Hilton di Bali
Pengacara Budi Gunawan Kini Incar Penyidik KPK
Kemudi QZ8501 Rusak, Ini Jawaban AirAsia
Selalu Bilang Next, Ceu Popong Tegur Menteri Anies