TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta akan meminta Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menaikkan tarif angkutan umum.
Ketua Organda DKI Shafruhan Sinungan mengatakan surat permintaan itu akan disampaikan pekan ini.
"Kemungkinan hari Kamis kami akan memasukkan surat ke gubernur tentang penyesuaian tarif," kata Shafruhan saat dihubungi, Selasa, 18 November 2014. (Baca: BBM Naik, Sofyan Djalil: Kompensasi Rp 200 Ribu )
Organda, kata Shafruhan, akan meminta kenaikan tarif sebesar 30-35 persen untuk angkutan reguler, seperti Kopaja, Metro Mini, bus kota reguler, dan taksi. Shafruhan mengatakan kenaikan ini dihitung berdasarkan naiknya harga bahan bakar minyak bersubsidi dan harga barang akibat inflasi. "Jadi bukan karena harga BBM saja, tapi juga dampak inflasi nanti."
Shafruhan berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera menaikkan tarif angkutan umum. Soalnya, sopir angkutan sudah menanggung kenaikan harga BBM bersubsidi mulai hari ini. "Beban sopir siapa yang mesti menanggung?" (Baca: Warga Berharap Ini Terakhir Kali Jokowi Naikkan Harga BBM)
Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter semalam. Harga Premium yang semula Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500, sedangkan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DKI Jakarta Emanuel K. mengatakan sedang menunggu surat permohonan penyesuaian tarif dari Organda. Mereka kemudian akan menghitung berapa kenaikan tarif tersebut. "Tak ada ketentuan maksimal naik berapa persen." (Baca: Harga BBM Naik, JK Hubungi Ical dan SBY)
Saat ini, kata Shafruhan, Dinas Perhubungan dan Dewan Transportasi Kota Jakarta sedang mensurvei dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap industri kendaraan, misalnya harga suku cadang dan kendaraan itu sendiri. Hasil survei ini akan menjadi salah satu bahan bagi pemerintah untuk mengkaji angka kenaikan tarif nanti.
NUR ALFIYAH
Berita Terpopuler:
Gerindra Cemas Indonesia Jadi Negara Otoriter
Jadi Menteri Jokowi, Mengapa Susi Lapor Mega?
Jokowi Jadi Koki, Benarkah Australia Menghina?
Basmi Mafia Migas, Ini Masukan untuk Faisal Basri