TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan kenaikan harga gas LPG 12 kilogram, tidak menyebabkan kenaikan inflasi yang signifikan. Dia memperkirakan kenaikan inflasi tak bakal lebih dari 0,5 persen. "Kenaikan harga LPG paling hanya menyebabkan inflasi 0,1 persen, lebih kecil dari kenaikan tarif listrik," kata Chatib saat ditemui usai melantik Pejabat Eselon I di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa, 9 September 2014. (Baca : Jual Elpiji, Pertamina Sudah Rugi Rp 2,5 Triliun)
Menurut Chatib, dampak kenaikan gas LPG tak sebesar listrik dan bahan bakar minyak. "Volume LPG kan terbatas, jadi jangan khawatir inflasi akan naik gara-gara itu," katanya. Bila harga LPG ukuran 12 kilogram naik hingga 60 persen, kata Chatib, sumbangan terhadap inflasi hanya 0,3 persen. Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto memperkirakan sumbangan kenaikan elpiji terhadap inflasi bisa mencapai 0,2-0,3 persen.
(Baca: Ogah Bocorkan Harga Baru Elpiji, Ini Alasan CT)
Pemerintah telah menyetujui rencana Pertamina (Persero) menaikkan harga LPG 12 kilogram. Kenaikan harga dilakukan agar Pertamina bisa menekan kerugian akibat penjualan LPG yang mencapai Rp 5-6 triliun per tahun. (Baca: Pemerintah Setujui Kenaikan Harga Elpiji)
Pertamina mengklaim kenaikan harga tidak menimbulkan dampak yang besar terhadap inflasi. Alasannya, pengguna gas ukuran tersebut didominasi oleh masyarakat kalangan ekonomi menengah ke atas. Lain halnya dengan pengguna gas ukuran 3 kilogram yang masih mendapat subsidi pemerintah. (Baca juga: Elpiji Batal Naik, Pembahasan Jalan Terus)
Juru bicara PT Pertamina (Persero) Adiatman Sardjioto mengatakan sepanjang tahun ini, perseroan telah menanggung kerugian sekitar Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun karena menjual LPG dengan harga murah. "Kerugian setahun itu sekitar Rp 2,5 triliun," katanya, Selasa, 9 September 2014.
Menurut Adiatma, selama ini perusahaan telah menjual LPG 12 kilogram dengan harga yang tidak mengikuti harga pasar. Artinya, Pertamina mensubsidi harga elpiji nonsubsidi sekitar Rp 6.000 per kilogram. "Padahal harganya Rp 11.500 per kilogram," ujarnya.
AISHA SHAIDRA | TRI ARTINING PUTRI
Berita Terpopuler
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf
Demi Prabowo, PKS Setuju Pilkada Lewat DPRD