TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pedagang daging sapi di Kota Yogyakarta mengaku mulai waswas terhadap kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi yang diterapkan sejak awal bulan ini. Kekhawatiran ini muncul lantaran sebagian besar pedagang di kota itu mengambil daging di daerah sekitar, seperti Kabupaten Gunungkidul, Sleman, dan Bantul. (Baca: Solar Dibatasi, Petani Madiun Mengeluh)
“Yang bikin cemas, kalau antrean terlalu panjang di SPBU, makan waktu, padahal harus bolak-balik kulakan ke pasar sapi di kabupaten,” kata Edi Santosa, pedagang daging sapi di Pasar Beringharjo, kepada Tempo, Kamis, 7 Agustus 2014.
Pada awal bulan ini, pemerintah membatasi penjualan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) pada pukul 06.00-18.00 di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. (Baca: BPH Migas Sepakat Subsidi BBM Dicabut)
Edi menuturkan, dengan tingkat penjualan yang amat tinggi di Pasar Beringharjo, ia bisa kulakan daging ke daerah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta tiap dua hari sekali. Pergerakan kulakan itu amat tergantung pada pasar yang memiliki stok. Jika stok di Pasar Ambar Ketawang, Sleman, kosong, maka ia terpaksa ke Segoroyoso, Bantul, bahkan hingga Pasar Sihono, Playen, Gunungkidul.
“Kalau harus ke Gunungkidul, biaya transpornya paling besar,” ujarnya. Sekali kulakan ke Gunungkidul, ia harus mengeluarkan ongkos Rp 75 ribu untuk transpor. Jika kulakan ke Sleman atau Bantul yang relatif dekat dengan Kota Yogya, ongkosnya hanya Rp 50 ribu tiap dua hari.